Mohon tunggu...
Fazil Abdullah
Fazil Abdullah Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu berat, Sayang. Kau harus sediakan waktu dan dunia, yang seringnya tidak bersahabat.

Cerpen Perempuan yang Meminta Rokokmu dan Mogok di Hutan mendapat penghargaan dari Kompasiana (2017 dan 2018). _____________________________________________ linktr.ee/fazilabdullah 👈 merupakan pintu masuk menuju dunia karya saya. silakan masuk dan jelajahi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Pengertian yang Tak Mudah

15 Januari 2023   11:53 Diperbarui: 1 Februari 2023   23:13 435
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Ibu itu yang usir Bapaknya. Suaminya dah tua. Gak mampu lagi. Istri mudanya cuma mau harta."

"Lha, sekarang Ibunya ngapain? Enak-enakan aja di rumah? Trus nyuruh anaknya cari duit? Gak sekolah lagi? Betul-betul tak tau diri, tak tau malu. Kasihan ini anak."

"Kenapa rumahnya gak dijual saja? Bisa buat bisnis apa gitu. Malah ini anak disuruh kerja?!"

Bukan pengertian yang datang, justru aku mulai tak suka Mama. Berulang kali aku minta berhenti jualan. Mulut tetangga adalah pisau. Namun ketegasannya, membuatku kalah.

"Kamu tidak boleh berhenti jualan sampai kamu mengerti dan kuat!  Apa yang dulu pernah Mama bilang dan harus kamu tulis itu?! Baca dan pahami itu. Jangan hiraukan orang, tetap fokus di jalanmu!"  Mama tetap memaksaku. Aku membencinya, menuduhnya mengeksploitasi anak.

Butuh jatuh-sejatuhnya untuk tiba akan pengertian. Butuh beberapa musim untuk mengerti semua. Butuh pergantian musim agar komentar-komentar itu surut dan hilang saat satu persatu isi rumah harus kami jual. Rumah tak bisa dijual karena sertifikat atas nama Ayah.

Menerima dan Mengalir


Mereka berubah jadi orang dewasa penuh nasihat; memintaku bersabar, memaafkan masa lalu, tatap ke depan. Saat itu aku telah mengerti, bahwa menjalani hidup harus siap menerima beragam komentar akan sepotong hidupmu. Mereka yang cepat berkomentar adalah yang mengerti sepotong hidupmu. Saat itu Mama tanpa kata, mulai tak bikin kue lagi meskipun aku sudah mau jualan kue tanpa keberatan. Sejak itu aku berhenti jualan kue.

Isi rumah terus kami jual untuk kebutuhan hari-hari. Listrik dan air tak sanggup kami bayar yang akhirnya diputus. Namun, tangan warga mulai tersambung membantu kami. Pak RT pun sudah memasukkan nama kami masuk dalam bansos Pemerintah. Dulu tak bisa karena rumah mewah ini menghalangi. Sungguh ajaib rumah ini, mengalihkan dan menghalangi orang-orang melihat keadaan manusia.

Ketika pengertian itu telah tiba, jiwa Mama sudah pergi ke dunia lain. Mama suka mengurung diri dalam gelap, suka bicara sendiri, dan payah menjumpai orang-orang. Mama tak kuat. Komentar orang-orang, tekanan sosial itu, sebenarnya ditujukan untuknya, melalui aku.

Apa kamu sudah mengerti kini? Mama harap kamu mengerti karena Mama tidak akan selalu membersamai hidupmu. Mama hanya mengantarmu di gerbang kehidupan, selanjutnya kamu sendiri yang jalani sendiri lika-likunya.

Kadang aku malas mendengar nasihat orang dewasa. Begitu mudah memberi nasihat padaku, sementera mereka banyak gagal menjalankan nasihat. Tapi diam-diam hatiku menerima dan menangis tanpa suara. Kuterima dan kujalani. Mengalir saja tanpa ambisi. *** (Aceh, 15 Januari 2023)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun