Mohon tunggu...
Fazil Abdullah
Fazil Abdullah Mohon Tunggu... Administrasi - Menulis itu berat, Sayang. Kau harus sediakan waktu dan dunia, yang seringnya tidak bersahabat.

Cerpen Perempuan yang Meminta Rokokmu dan Mogok di Hutan mendapat penghargaan dari Kompasiana (2017 dan 2018). _____________________________________________ linktr.ee/fazilabdullah 👈 merupakan pintu masuk menuju dunia karya saya. silakan masuk dan jelajahi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Pengertian yang Tak Mudah

15 Januari 2023   11:53 Diperbarui: 1 Februari 2023   23:13 443
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernah semusim masa, aku membenci waktu. Yang mengubah nasib dengan tiba-tiba. Yang menancapkan dan menabalkan luka. Yang suka mempermainkan kenangan lalu mengoyaknya. Bahagia bersama Ayah adalah fatamorgana. Lalu waktu menarikku ke masa kini bersama luka bara.

Waktu juga menghilangkan ketegaran dan semangat Mama. Yang biasa membangunkan aku pagi-pagi, semangat mengantarku sekolah, memarahiku yang lamban dan kurang gairah. "Hidup harus punya ambisi. Kejar semua peluang masa depanmu. Tentukan tujuanmu apa yang hendak kau capai atau wujudkan," begitu kira-kira Mama menegaskan. Akan tetapi, lambat-laun Mama banyak diam. Menatap kekosongan. Tenggelam di sana. Dalam bayang-bayang masa lalu yang tak boleh kumasuki. Hanya dirinya yang tahu.

Aku terbiarkan sendiri dalam bara dan mengurung di kamar. Tanpa dibangunkan. Tanpa diantar ke sekolah. Tanpa makan. Tanpa mandi. Tanpa lecutan semangat. Waktu membekukanku selama tiga hari di kamar. Hidup di ketiadaan.

Makan tak makan aku lupa. Makan jika kuminta. Mama masak apa yang ada di dapur. Apa yang kuminta; sate, pizza, roti bakar, atau ayam goreng, tak pernah dihiraukan. Tanpa peduli apa mauku. Diam saja Mama.

Selesai masak dan disajikan di atas meja, biasa Mama kembali duduk di sofa ruang tengah. Kembali memandang TVRI. Kosong. Jika ia lelah, kembali ke kamarnya. Membiarkan dapur dan pakaian kotor bertumpuk tak dibersihkan.

Pernah sekali kubiarkan makanan yang disajikan Mama, berupa nasi putih dan telur ceplok. Mama marah dan banting piring ke lantai.

"Kamu harus mengerti, waktu tak lagi memanjakan kita. Tak lama lagi, kamu bakal tahu waktu mengoyak segala kenyamananmu. Kamu harus siap dan terima itu!"

Aku terpana. Sejak diam yang panjang, lalu tiba-tiba Mama marah. Tak pernah Mama begitu. Ia selalu bicara lemah-lembut tapi tegas. Penuh kasih dan memberi semua apa yang kuminta.

Apa yang dibilang Mama membuatku mengernyit. Mencoba memahami. Sejak kesalahan pengertianku akan kepergian Papa, aku mula peka pada kata, makna, dan bayang-bayangnya. Aku kemudian paham bahwa Mama mau bilang, kami mulai jatuh miskin. Aku harus siap menjalani hidup dalam kekurangan, tak ada lagi kenyamanan, dan segala kemauanku tak bisa dipenuhi lagi.

Mama tak pernah lagi menanyakan kabarku, atau perihal sekolahku. Malah guru dan teman yang datang ke rumah menanyakan kabar.

Dari mata dan ekspresi mereka, kutangkap bahwa mereka sadar waktu telah mengubah kami. Tak ada lagi keceriaan di rumah dan wajah kami.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun