Mohon tunggu...
Faiz Naufal Rafi Nasution
Faiz Naufal Rafi Nasution Mohon Tunggu... Mahasiswa/Universitas Nasional

Coba menuangkan apa-apa saja yang ada di kepala.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bunga Untuk Dipa

3 Agustus 2025   21:20 Diperbarui: 19 Agustus 2025   14:11 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Orang ini namanya Mao Zedong. Manusia yang di juluki The Great Leader dari china. Seorang diktator. Seorang filsuf. Seorang tokoh komunisme terbesar di China yang dibuja, sampai-sampai dibuatkan kuil sendiri untuk bedoa kepadanya.

Sudah dipuja bak tuhan yang agung, usut punya usut Paman Mao ternyata juga manusia. Ia romantis. Suka bermain sastra, ilmu meromantisasi kata. Menariknya, tidak banyak orang yang tau bahwa Paman Mao pernah menuliskan puisi kepada sahabat yang juga muridnya, waktu ketahuan ditangkap karena dalih perccobaan kudeta pemerintahan di sebuah negara.

Begini kira-kira bunyinya:

Tegap menghadap jendela dingin di ranting jarang. Tersenyum mendahului mekarnya berbagai kembang.

Sayang wajah girang tak berwaktu panjang. Malahan gugur menjelang musim semi datang.

yang akan gugur, gugurlah pasti. Gerangan haruskah itu mengesalkan hati?

Pada waktunya buka mekar dan gugur sendiri.

Wanginya tersimpan menanti tahun depan lagi.

Dipa Nusantara Aidit
Dipa Nusantara Aidit

Diketahui bahwasannya puisi tersebut dituliskan untuk Dipa Nusantara Aidit, salah satu tokoh Komunis Indonesia. Aidit sendiri memang dikenal lebih dekat dengan Beijing ketimbang Moscow. Kedekatan mereka juga terlihat dari cara Aidit yang datang langsung ke Beijing, untuk menyampaikan rencana kudetanya pada Paman Mao.

Aidit diketahui memang memang sudah menganggap Mao sebagai sahabat dan juga guru satu ideologi. Aidit pernah bermain sastra karena Mao Zedong bermain sastra. Aidit perah berenang menyebrangi sungai di Jakarta pun karena Mao Zedong pernah melakukan hal serupa di sungai Yang-Sia, China. Mao benar-benar tokoh yang diteladaninya.

Naas sungguh sayang. Puisi yang dibuatkan untuknya tidak pernah didengar oleh Aidit. Puisi yang menebarkan benih keharuan, ditulis dengan mengibaratkan bunga yang tidak sempat mekar dan berguguran. Menjadi sebuah elegi yang sudah pasti berarti. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun