Mohon tunggu...
Fadli Firas
Fadli Firas Mohon Tunggu... Foto/Videografer - Sang Penjelajah

email: rakhmad.fadli@gmail.com

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Honeymoon Keliling ASEAN ala Backpacker (10): Luang Prabang, Eksotisme Kota Warisan Dunia

6 April 2016   08:07 Diperbarui: 6 April 2016   08:21 347
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Aliran Air Terjun Kuang Si"][/caption]Sabtu, 30 Januari 2016, memasuki hari kesebelas perjalanan kami menjejaki daratan Asia Tenggara. Kami tiba di Luang Prabang tepat pukul dua dinihari, setelah menempuh perjalanan panjang dari Huay Xai selama 15 jam dengan ongkos 150 ribu Kip. Pagi sekali. Kami menyangka bis ini akan tiba di dekat waktu matahari akan terbit. Ternyata dugaan kami meleset jauh. Fiuh. Kami memutuskan untuk rehat sejenak di terminal bis yang tampak sangat sederhana ini. Beberapa supir tuk-tuk sengaja bermalam di terminal, tidur di dalam tuk-tuk masing – masing. Musim dingin masih belum beranjak pergi. Kami kedinginan.

Syukurlah perut kami telah terisi dengan mie instan cup produk impor Tiongkok saat bis berhenti di sebuah kota tadi. Ukurannya besar sekali, bahkan kami tak sanggup menghabiskannya. Harganya 6 ribu Kip. Kami berani membelinya karena tertera label halal dari lembaga halal MUI –nya Negara Tiongkok pada kemasan. Di dalamnya terdapat sosis yang masih terbungkus dalam plastik. Air panas kami dapatkan dari toko penjual.

[caption caption="Mi cup halal produk Tiongkok"]

[/caption]Tiba-tiba istri saya menyarankan agar kami pergi ke pusat kota. Namun saya ragu karena pagi masih gelap. Kemungkinan akan sangat sepi di sana. Namun akhirnya sarannya tersebut kami lakukan juga. Nekad. Tarif tuk-tuk ke pusat kota dikenakan 15 ribu Kip per orang. Selain kami, ada dua penumpang lagi yang turut dalam tuk-tuk tersebut. Semakin banyak penumpang tarifnya pun semakin murah.

Sepuluh menit kemudian tuk-tuk tiba di pusat kota Luang Prabang. Tepatnya di sebuah persimpangan luas dan bersih. Seketika hati kami bersorak senang. Pusat kota ini masih hidup, meski hanya diramaikan oleh pondok-pondok tempat berjualan. Deretan penjaja makanan memenuhi di sepanjang ruas di salah satu sudut persimpangan. Penataan warung-warung bambu ini terlihat sangat kreatif. Terlihat sedikit elegan meski hanya berupa deretan pondok warung kecil. Ya, kawasan ini merupakan tempat berlalu – lalangnya para turis, meski di pagi nan gelap ini jumlahnya dapat dihitung dengan jari.

Kami memesan kopi khas Laos di salah satu warung sembari duduk – duduk pada bangku panjang di depannya, menanti pagi benderang. Harganya 5 ribu Kip per cangkir. Waktu Sholat Subuh tiba. Tak ada Masjid di sini. Kami sholat di tempat kami duduk, bergantian. Perlahan langit mulai remang. Ada pemandangan menarik di sudut – sudut persimpangan jalan. 

Tampak sekitar tak lebih dari sepuluh orang sedang duduk berderet di trotoar jalan sembari memegang wadah keranjang yang di dalamnya berisi snack, nasi, dan makanan ringan lainnya. Tak lama kemudian datang para biksu dengan pakaian khas orennya berjalan antri melewati di depan orang-orang yang duduk tersebut.

 Kemudian orang-orang yang duduk itu memberikan makanan tersebut kepada para biksu satu per satu. Para biksu itu terus berjalan hingga tak terlihat lagi. Ada sekitar sepuluh kali ritual ini dilakukan yang tersebar di beberapa titik persimpangan jalan ini. Kegiatan ini menjadi tontonan menarik bagi para wisatawan, sehingga tidak sedikit yang rela bangun pagi untuk menyaksikan momen unik ini.

Mentari mulai menampakkan diri. Pagi ini cerah sekali. Namun suhu udara masih terasa dingin, musim belum berakhir. Hiruk – pikuk wisatawan mulai terasa. Tidak hanya turis kulit putih, kota ini juga dipenuhi turis bermata sipit dari Asia Timur: Tiongkok, Korea, dan Jepang. 

Jika Phuket di Thailand dikatakan belum afdol mendatanginya kalau belum pergi ke Pulau Phi-phi, maka sama halnya dengan Luang Prabang, belum sah jika belum melihat Air Terjun Kuang Si secara langsung yang menjadi ikon kota ini.

Luang Prabang merupakan salah satu kota warisan dunia yang ditetapkan oleh UNESCO sejak tahun 1995. Kota ini tidak tergolong maju juga bukan sebuah kota yang tertinggal, berada di tengahnya. Meski begitu, pusat kotanya benar – benar dikemas dengan menarik. Mungkin warga setempat menyadari bahwa kota mereka menjadi destinasi utama wisatawan dunia. Setiap hari tak henti – hentinya wisatawan mendatangi kota eksotis ini. Tak kenal akhir pekan maupun tanggal merah.

[caption caption="Suasana warung turis di subuh hari di persimpangan utama"]

[/caption]

[caption caption="Ritual setiap pagi berbagi dengan para Biksu"]

[/caption]

[caption caption="Para pedagang telah beakftifitas mulai subuh hari"]

[/caption]

[caption caption="Suasana pagi di warung turis dekat persimpangan utama"]

[/caption]

[caption caption="Melihat warung turis di seberang dekat persimpangan utama"]

[/caption]Tempat pertama yang kami datangi adalah agen penjualan tiket. Letaknya hanya 500 meter dari persimpangan di pusat kota. Tujuan kami selain ingin membeli tiket ke kota selanjutnya, juga agar bisa menitipkan tas di agen tersebut. 

Ya, kami tidak menginap di kota ini. Rencana berubah. Karena ternyata perjalanan ke kota selanjutnya memakan waktu yang sangat lama. Sehingga kami memilih untuk kembali berangkat sore nanti agar bisa mengejar waktu.

Usai menitipkan tas kami memulai untuk menjelajahi ibukota nan mungil yang bernama sama dengan Provinsinya, Luang Prabang. Bangunan – bangunan tua tampak memenuhi di sepanjang kedua sisi jalan. Kuil – kuil yang beratap khas kerucut tak jarang terlihat di beberapa titik jalan. Dari persimpangan besar tadi berjalan kaki sedikit ke salah satu simpangnya, sekitar 200 meter, maka akan didapati Sungai Mekong. 

Pemandangan di sungai ini sungguh eksotis, tertutup sedikit kabut yang menyelimuti di sisi seberang sungai. Dataran kota ini berada di ketinggian 5 meter dari permukaan sungai. Suasana pasar pagi di kota ini juga terlihat bersih. Kami menyusuri tiap sudut pasar yang jalannya dilapisi dengan konblok.

Ramai para pedagang makanan di sini. Terdapat restoran mulai dari berkonsep sederhana hingga mewah berdiri di bibir sungai. Banyak teradapat jalan – jalan kecil serupa gang di sepanjang sisi jalan. Jalan kecil selebar dua meter ini dijejali rumah – rumah warga yang sebagiannya disulap menjadi penginapan dengan ragam gaya arsitektur minimalis. Kami menyusuri salah satu gang. 

Tiba – tiba saya dicolek istri untuk melihat sesuatu, “ Bang, coba lihat itu.” Wah! Label halal. Wajar saja kami begitu excited menemukannya. Karena memang sangat sulit mencari halal food di sini. Mungkin inilah satu – satunya. 

Kami penasaran dan masuk ke dalamnya. Seorang wanita Laos menyapa kami dengan salam khas Islam yang sedikit terbata. Ternyata ia adalah seorang mualaf yang menikah dengan warga Malaysia. Cacing – cacing di perut kami bersorak kesenangan. Alhamdulillah.

[caption caption="Kota Luang Prabang yang dipadati turis dari Tiongkok, Korea, dan Jepang."]

[/caption]

[caption caption="Deretan kafe nan elegan di pinggir jalan"]

[/caption]

[caption caption="Sepanjang jalan yang menjual tiket bis dan kapal"]

[/caption]

[caption caption="Suasana Kota Luang Prabang"]

[/caption]

[caption caption="Menyusuri Kota Luang Prabang"]

[/caption]

[caption caption="Tempat pemberhentian kapal dari berbagai kota di Laos di Sungai Mekong "]

[/caption]

[caption caption="Aktifitas di tepian Sungai Mekong"]

[/caption]

[caption caption="Tuk-tuk di pinggir Sungai Mekong"]

[/caption]

[caption caption="Suasana di pasar pagi"]

[/caption]

[caption caption="Jajanan pasar pagi"]

[/caption] 

[caption caption="Hostel minimalis nan artistik yang tersebar di beberapa gang-gang kecil"]

[/caption]

[caption caption="Restoran halal satu-satunya di Luang Prabang"]

[/caption]Eksotisme Air Terjun Kuang Si

Pagi menjelang siang. Tepat jam 10 kami bergegas menuju air terjun yang menjadi primadona pariwisata Luang Prabang, Kuang Si Waterfall. Kami menaiki tuk – tuk yang banyak terdapat di pesimpangan pusat kota ini. Tuk –tuk ini khusus digunakan untuk mengantarkan wisatawan ke berbagai objek wisata di Luang Prabang. Tertera nama – nama tempat wisata di atasnya. Ongkos ke Air Terjun Kuang Si sebesar 40 ribu Kip untuk pergi dan pulang.

Di dalam tuk –tuk, selain kami, terdapat enam orang backpacker dari Swedia, Jerman, dan Inggris yang masing - masing berpasangan. Perjalanan menuju air terjun memakan waktu selama 20 menit. Tuk –tuk semakin meninggalkan kota. Suasana semakin didominasi hamparan sawah dan pepohonan hijau. Kami tiba di kawasan air terjun, tepatnya di titik tempat berkumpul wisatawan.

Lokasi air terjun masih harus berjalan kaki lagi sejauh 300 meter ke dalamnya. Tampak deretan kios souvenir dan makanan berjejer di sepanjang jalan yang beralaskan tanah merah, belum beraspal.

Sebuah gerbang besar yang bertuliskan Kuang Si Waterfall di atasnya berada tepat di hadapan kami. Di sampingnya terdapat loket penjualan tiket. Memasukinya harus membayar sebesar 20 ribu Kip per orang. Lepas melewati gerbang masuk, suasana terasa seperti di hutan. Namun dikemas menarik sehingga tetap terlihat menyenangkan. 

Sebelum tiba ke lokasi air terjun, di tengah perjalanan akan melintasi tempat penangkaran beruang. Tempat ini dikemas dengan cantik. Dibuat jalur – jalur jalan selebar satu meter yang terbuat dari papan. Jalan setapak ini berada di atas ketinggian setengah meter dari tanah. Di sini juga terdapat sebuah kios terbuka yang menjual kaos bergambar beruang yang keuntungannya akan didonasikan terhadap pemeliharaan hewan buas ini.

[caption caption="Suasana di luar gerbang wisata air terjun Kuang Si"]

[/caption]

[caption caption="Memasuki gerbang masuk Air Terjun Kuang Si"]

[/caption]

[caption caption="Tempat penangkaran beruang di tengah perjalanan menuju Air Terjun Kuang Si"]

[/caption]Kami melangkah ke depan lagi. Jalanan berganti tanah biasa. Jalan setapak berbahan kayu tadi hanya di tempat penangkaran beruang. Mata kami tertuju pada air berwarna kebiruan di atas kolam besar yang sangat cantik. Air ini merupakan bagian dari pesona Kuang Si. Para wisatawan tampaknya tak ingin melewatkan keindahannya untuk berfoto. Kolam ini tidak hanya satu, di atasnya masih terdapat beberapa lagi. 

Ada sebanyak tiga tingkat kolam dengan ketinggian setengah meter antar kolam satu dengan lainnya. Dari kolam – kolam tersebut tampak air mengalir jatuh dengan lembut dari tingkat ke tingkat. Mirip seperti desain persawahan di Bali.

Lalu kami semakin berjalan ke atas. Wow. Aliran air yang jatuh dari ketinggian terlihat eksotis. Indah sekali. Ya, inilah spot utama dari Air Terjun Kuang Si. Tingginya mencapai 60 meter. Terdapat sebuah jembatan di depan air terjun tersebut yang sengaja dirancang untuk menyaksikan pesonanya dari dekat. Kami tidak ingin melewatkannya dengan mengabadikannya melalui kamera.

[caption caption="Air Terjun Kuang Si yang bertingkat-tingkat"]

[/caption]

[caption caption="Aliran air terjun Kuang Si yang berwarna biru muda"]

[/caption]

[caption caption="Air Terjun Kuang Si nan indah"]

[/caption]Setelah puas menikmati air terjun Kuang Si, kami kembali ke kota. Menuju agen tiket tempat kami membeli tadi. Mentari beranjak turun ke peraduan. Sore ini kami akan bergerak ke kota selanjutnya. Lokasi terminal bis berjarak cukup jauh dari pusat kota. Sebuah tuk-tuk mengantar kami menuju ke sana. 

Tuk-tuk kecil bermuatan empat orang ini termasuk fasilitas dari tiket yang telah kami beli tadi. Penampakan terminal ini lebih cantik dan bersih dibandingkan dengan terminal yang kami datangi saat baru tiba di Luang Prabang. Tertera di tiket bis akan berangkat pukul 6 petang. Bis yang kami ini naiki berjenis slepeer bus. 

Posisi kaki memanjang sebagaimana tidur di atas kasur. Hanya saja pada bagian tempat menyender kepala dibuat miring. Sensasi seakan tidur di dalam hotel yang sedang berjalan. Hari semakin gelap. Kami bersiap menembus negara keempat. Menuju Hanoi, Vietnam.

[caption caption="Meinggalkan terminal bis Luang Prabang"]

[/caption]*foto dokumentasi pribadi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun