Dewi baru pindah ke Bogor. Kini gadis itu tinggal bersama neneknya.Â
Beberapa bulan lalu, Wolas tewas akibat kecelakaan. Gita memutuskan pulang ke rumah orangtuanya. Dia tak menunggu lama-lama, karena kerabat kandung Wolas sudah tidak ada. Gita tidak ingin membebani orang lain. Jadi, dia ingin kembali saja ke Bogor, ikut mengelola pabrik konveksi milik orangtuanya, seperti semasih gadis dulu.Â
Tahun ajaran baru, Dewi sudah menjadi murid kelas lima di Bogor.Â
"So pasti senang punya teman-teman baru," kata Dewi meyakinkan diri sebelum pindah.Â
***
"Mama .... huuu huuu ...," Dewi berisak keras dari luar pintu. Tangisannya pecah.
"Ada apa, nona?" tanya Gita setengah berlari dari meja makan, menyongsong Dewi yang sudah membuka pintu depan. Waktu itu adalah jam istirahat pabrik. Jadi, Gita pulang untuk makan siang bersama orangtuanya.
Dewi langsung memeluk pinggang ibunya. Airmatanya terus mengucur, membasahi kaos Gita dan baju putih, seragam sekolahnya.
"Sa dibilang hitam, mamaaa eee," jawab Dewi dalam suara yang makin keras,
Gita tidak menyangka insiden itu bakal terjadi. Geli juga Gita mendengar cerita anaknya, sebab memang benar kulit Gita hitam seperti bapaknya. Tetapi, bahwa Dewi sampai menangis karenanya, itu yang membuat Gita sedikit prihatin.Â
"Nona, kitong makan jo, baru sambung carita," bujuk Gita.