Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mungkin Saja Kesenangan sebagai Motif Jabatan

31 Januari 2023   20:05 Diperbarui: 20 Februari 2024   14:41 314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi para kades berunjuk rasa menuntut masa jabatan sembilan tahun (Sumber gambar: detik.com)

Cukup seru obrolan di atas omprengan. Ini secuil obrolannya.

"Bisanya kepala desa berunjuk rasa dengan tuntutan masa jabatan kepala desa sembilan tahun mengatasnamakan rakyat. Rakyat yang mana? Padahal mereka datang ke gedung parlemen bukan atas nama rakyat," ujar sang sopir di sampingku.

Banyak obrolan tentang masa jabatan kepala desa sembilan tahun. "Mestinya gaji kepala desa yang dinaikkan, bukan masa jabatannya," kata sang sopir.

Eh, tidak terasa sudah dekat kota. Wajahku diguyur oleh pendingin udara di atas kendaraan roda empat.

Sebagai penumpang, saya setia menemani ngobrol dengan pak sopir.

Ada yang mengusulkan supaya kepala desa dinaikkan gajinya, ungkapku. "Kalau melimpah uang desa itu bikin kepala desa malas bekerja. Karena ada yang diharap lebih banyak. Coba kalau gajinya dinaikkan akan berbeda," kata sang sopir.

Oh begitu pak, balasku. Uang desa yang banyak, paling kurang satu milyar itu sudah banyak juga bisa dikerjakan. Tinggal apalagi yang ditunggu kepala desa. Uang banyak di desa. Terserah mau bangun apa di desa.

Kita menoleh sebentar saja ke belakang. Suatu waktu, saya bersama tim sedang mengikuti proses musrenbang desa blabla.

Singkat cerita, saya menyimak obrolan dari perangkat desa tentang persentanse belanja desa. Heran mendengar informasi soal porsi belanja.

Terdengar jelas.apa yang disebutkan oleh perangkat desa di belakang meja. Hitung-hitungan secara kasar, katanya belanja rutin, belanja operasional termasuk belanja perangkat desa hingga honor para kader berkisar enam puluh persen.

Sedangkan porsi belanja kegiatan pembangunan sarana prasarana desa lebih rendah. Dia menyebutkan empat puluh persen belanja kegiatan pembangunan desa. Menarik bukan?

Kita tinggalkan dulu obrolan ini. Kita melanjutkan obrolan yang lumayan serius, seperti berikut ini seputar kesenangan, masa jabatan, dan kuasa desa.

***

Kita mungkin tidak terlalu melayani kesenangan yang "meledak-ledak" saat terjadi aksi unjuk rasa kepala desa.

Mengapa? Karena kita mungkin tidak berada dalam posisi seperti mereka yang "ngidam berat" masa jabatan sembilan tahun yang menggiurkan. Meski kita tidak begitu tertarik dengan rayuan diskursus masa jabatan kepala desa sembilan tahun, tetap saja ia menjadi obrolan "panas."

Kesenangan itu sendiri tidak eksesif sejauh kesenangan terbebas dari lingkaran dan hirarki. Misalnya, video rekaman aksi tuntutan kepala desa (meski tidak semua hadir) di depan gedung DPR RI menjadi sisi lain dari alotnya kesenangan. Ia ditukar dengan kebebasan berekspresi lewat aksi kepala desa kemarin.

Sembilan tahun masa jabatan kepala desa yang dituntutnya bukanlah masa yang singkat. Yang nyata dari kesenangan terlibat melangsungkan diskursus alias wacana.

Sebagaimana kita mengetahui, kesenangan yang bersifat material dan mekanis merupakan bagian dari teks 'yang tidak tertulis' dalam kesenangan yang tidak terelakkan.

Pertautan antara auto-teks dan benda-benda 'yang tidak nyata' atau tidak tertulis memasuki diskursus lebih mengakar dibandingkan pikiran berlangsung tidak secara psikis, tetapi secara mekanis dalam dunia. Nilai universal dari kesenangan menyusut dalam nilai materialitas setelah selisih dapat ditemukan kembali di tengah ketidakterukuran kesenangan yang berbeda.

Permasalahan terletak bukan yang sama, tetapi 'yang berbeda'. Pada satu pihak, logika matematika berbeda dengan kesenangan. Tetapi, keduanya memiliki kemiripan pada perhitungan yang tidak terhingga. 

Tentulah, kesenangan pada hakikatnya adalah sesuatu 'yang tidak terukur'.

Kemiripan ini menandakan ada kemungkinan selera dan imajinasi atau hal-hal yang tidak terpikirkan diisi dan ditopang oleh kesenangan melalui angka atau alfabet masa jabatan kepala desa sembilan tahun. Diskursus masa jabatan kepala desa terjalin kelindan antara wujud alami dan wujud artifisial melalui pertukaran tanda ekspresi di warung kopi yang menyediakan wifi sebagai selingan kecil.

Meskipun tidak berlangsung sepenuhnya pada keseluruhan, tetapi juga sebagian yang lain dari kekuatan yang bergerak berbolak-balik. Kita juga mencoba memusatkan perhatian pada pembentukan relasi yang bersifat mekanis.

Akhirnya, kita perlu melangkah pada sesuatu yang remeh, tetapi terberat, dimana kita melihat bukanlah pemisahan antara coba-coba dan kesenangan.

Relasi antara kesenangan dan kecanduan saling bertumpang-tindih atau bercampur-aduk antara satu dengan yang lainnya.

Bagi sesuatu hal yang tertunda, kita juga mencoba tidak merampungkan secara teliti terhadap pembentukan diskursus masa jabatan kepala desa yang bersifat mekanis. Sebagian kekuatan yang bergerak secara tidak linear, dimana aliran produksi diskursus tersebut memiliki relasi dengan aliran hasrat, aliran kesenangan hingga aliran modal. Ah, kepala desa ngak mikiran soal itu. Jadi, sebagian yango lain adalah selisih setelah terjadi pengurangan antara bagian yang satu dengan bagian lainnya hingga mencapai keseluruhan merupakan celah kosong bagi kepemerintahan yang efektif.

Suatu pergerakan solid menuju mesin desa memberi tantangan sekaligus mengakhiri kerja sambil lalu. Meski ia tidak bisa dipisahkan dengan kesalahan identifikasi atau verifikasi, ia justeru menjadi kesenangan yang tidak terelakkan.

Kata lain, opini pakar kerap sangat berbeda dengan opini politik.

Setelah titik akhir dari kepuasaan, maka kesenangan. Selanjutnya, tidak memadainya gaji dan fasilitas menjadi alasan, sehingga 'mesin penerjemah' di balik kesenangan atas masa jabatan kepala desa sembilan tahun sebagai sesuatu yang memantik dan menggoda.  

Permainan kesenangan sejalan kengototan masa jabatan kepala desa sebagai selingan kebebasan berekspresi. Hal ini mempertajam dengan kelenyapan makna dalam masa jabatan kepala desa sembilan tahun. 

Padahal masa jabatan kepala desa ogah-ogahan dengan kelenyapan makna karena korupsi, misalnya. Ia tidak memiliki efek dari kebenaran sebagai paradoks yang tidak obyektif dan terukur.

Saya kira, Anda tidak menyatakan perlawanan atas kesenangan karena Anda melihat masa jabatan kepala desa sebagai kesenangan. Saya menyatakan terputus-putus pergerakan melalui relasi bolak-balik antara kesenangan dengan kegemaran dan kecanduan.

Dari sini, kegemaran dan kecanduan adalah generalisasi dari kesenangan dalam perbedaan. Suatu kesempatan, pelepasan kegemaran pada berolah raga secara teratur dan terukur, misalnya dilakukan tiga kali dalam sepekan.

Pada kasus lain, seseorang mengkonsumsi obat saat sakit kepala menyebabkan kecanduan. Efek ganda akan terjadi dari kesenangan mengumpulkan bukanlah dari sebagian antara satu dengan lainnya, tetapi 'yang sama dalam keseluruhan' membawa implikasi atau efek yang berbeda, tidak terpikir dan tidak terukur.

Kesenangan membaca buku olahraga dan resep obat tidaklah serta merta berimplikasi pada kesehatan. Masa jabatan kepala desa mirip dengan tips berolahraga dan meminum obat yang baik. 

Mereka perlu 'selingan' dan 'selisih' dalam kesenangan. Secara paradoks, kita juga mesti berbicara bebas sesuai dengan cara berbicara secara lihai pada lawan untuk memperoleh kesenangan seadanya.

Sebagian orang berada dalam kesenangan untuk berbicara bebas, berkedok kebenaran dalam keadaan tertentu dengan cara mengeksploitasi kesenangan untuk menghujat subyek, simbol dan kata-kata. Kesenangan dengan tulisan yang menopangnya terpinggirkan tatkala kesenangan itu sendiri disamarkan melalui kecanduan dan kesibukan.

Pengaruh eksternal dalam kesenangan bukanlah kausalitas. "Dia berbicara sesuai dengan isi pikirannya." Dari titik tolak ini, berapapun jumlah kesenangan yang dilepaskan tidak memengaruhi benda yang tidak nyata. 

Mungkin kita dapat menghitung berapa jumlah obyek kesenangan. Katakanlah, mengumpulkan kartu berharga atau berlibur di suatu tempat, tetapi tidak mengukur esensi dari kesenangan itu sendiri.

Sebagaimana selera dan hasrat, kesenangan juga mempunyai rahasia tersendiri, sehingga esensi kesenangan berbeda dengan kata-kata yang diucapkan seseorang. Jika tuntutan masa jabatan kepala desa dimainkan oleh pihak tertentu, di situlah kesenangan yang menggiringnya.

Begitu pula cara memainkan kata-kata retoris akibat ketidakhadiran rujukan masa jabatan sembilan tahun di ruang bebas. 

Karena itu, kritik para kepala desa tidak lebih dari "mesin bunuh diri" pelan-pelan akan membatasi kecepatan dari kesenangan yang bersifat alamiah. "Mesin pembunuh" akan berubah menjadi paradoks kesenangan seiring dengan pilihan yang terakhir tidak berpikir ulang dari "kegalauan" memanfaatkan kepemerintahan desa.

Tetapi, saat keduanya menjadi obyek kesenangan sebelumnya bersifat alamiah berubah menjadi eksistensi tidak memiliki apa-apa lagi didalamnya. Mungkin kita tidak berada pada keadaan terdesak yang membuat pikiran tidak berkutik, kecuali keputusan genting atas nama kesenangan.

Hal ini, korupsi dan perlawanan sekaligus godaannya sebagai contoh begitu nyata di sekitar kita.

***

Indonesia Corruption Watch (ICW) sudah mengantongi data korupsi desa. Itulah salah satu alasan penolakan masa jabatan kepala desa sembilan tahun yang paling ampuh.

Jangankan di level atas, sedangkan di level bawah seperti desa memburu masa jabatan.

Kita tidak menganggap kesenangan sebagai kebenaran atau aksioma yang asal-usulnya dari hasrat. Boleh jadi, kesenangan tidak lebih dari kata-kata permulaan, tetapi ia sekaligus bergerak tanpa akhir. Meskipun pada tingkatan tertentu, bentuknya muncul dari permukaan yang berbeda, dimana kemiripannya yang bersifat mekanis memiliki keterkaitan dengan kegemaran dan kecanduan yang terinci dalam mesin ketidaksadaran (hasrat, libido) yang melebihi pikiran.

Dari titik tolak permukaan inilah, kata-kata mulai merenggut dan membangun kembali bahasa yang tidak mewakili atau merujuk pada dunia. Satu-satunya jalan bagi teks dan arus kesenangan ditambahkan teks pengetahuan untuk merujuk pada permukaan sebagai tanda lainnya seperti tanda produktivitas. "Anda yang menitip kata-kata menjerumuskan". "Saya mendengar kata-kata rayuan" meletakkan bahasa pikiran yang tidak direpresentasikan dari kata-kata itu sendiri.  

Kini, kata-kata nampaknya membutuhkan sedikit energi terakhir dari kekuatan retorika spontan yang memberikan umpan-balik bagi kesenangan lainnya melalui huruf demi huruf dan tulisan angka-angka yang tidak memiliki hubungan dengan seni dan kebencian. Berapa jumlah korban kesenangan yang buta di luar korban kebenaran bukanlah cara untuk menyingkap rahasia yang menyelimutinya dengan proses penyatuan dari kedua kekuatan yang berbeda.

Kesenangan akan muncul dan lenyap, tetapi bagi prasangka buruk dan kebencian seperti menguap begitu saja tanpa bekas. Jika kesenangan merupakan bagian dari diskursus, bukan kebencian, yang tidak dikendalikan dari dalam.

Kesenangan dengan segenap kebenaran dan paradoksnya datang dari kemampuan mengendalikan lingkaran dan hirarki sebagai konsekuensi penciptaan batas-batas yang tidak membatasi relasi bolak-baliknya, yaitu kegemaran dan kecanduan. Kedua energi tersebut sebagai pengecualian pada akhirnya kesenangan mencoba untuk keluar dari suatu penampilan yang tidak nyata menjadi 'selisih' bagi kelenyapan realitas yang berbeda.

Apa yang dimaksud kelenyapan realitas yang berbeda, misalnya pada saat Anda menonton peristiwa melalui media sosial, dimana Anda tidak sedang bermimpi, melainkan terjaga dengan selisih yang berbeda dalam kata-kata rayuan yang sama dan berulang-ulang.

Kesenangan terhadap yang nyata diantara sisi gelap dan kosong. Ia bukan sesuatu yang tidak nyata seperti kekayaan materi dari seseorang.

Setiap sesuatu yang mempesona setelah dimaterialisasi terjatuh dalam kemustahilan nilai.

Dari sini, keterkaitan antara autokesenangan dan tubuh melintasi permukaan dirinya. Bandingkanlah kesenangan dalam kaitannya dengan masa jabatan kepala desa yang dimanfaatkan mungkin untuk meraup "keuntungan" dan status yang dipertaruhkan!

Kesenangan menjadi sesuatu 'yang tidak nyata' (imajiner, yang nyata dan simbolik seperti bedak, lipstik, parfum, dan lainnya dari mesin ketidaksadaran). Permukaanlah berupa tubuh modal yang memengaruhi kita (dana desa, anggaran dana desa), dimana kesenangan yang memberi umpan balik padanya. Bisa dikatakan, kemustahilan nilai tanpa kesenangan dirinya berada dalam pilihan.

Setiap proses produksi berlangsung dalam kesenangan tidak lagi membagi "ampas" mikro kuasa desa menjadi semacam kecanduan yang khas. Pada saat kita tidak lagi menemukan rayuan yang mematikan  sekaligus ketidakhadiran residual.

Citra modal uang yang ditanam dan disebarkan oleh mesin kesenangan melingkari orang-orang tergabung dalam kelompok kepentingan tidak lebih dari energi ampas yang tersis dalam kepemerintahan desa. Autoproduksi kesenangan yang dimainkan oleh kelompok kepentingan untuk memperebutkan kuasa dengan cara "halus" dengan memanfaatkan kata-kata sesuai tingkatan 'tersembunyi' melalui pendekatan yuridis-politik. Mesin kesenangan menopang energi "massa" kepala desa yang dibentuk mesin birokrasi untuk mengisap aroma tubuh modal lewat dana desa dan alokasi dana desa sebelum menikmati "analnya" sendiri.

Dalam kesenangan didukung oleh kata-kata dan diskursus, kedok itu dapat disingkap.

Berkat titik permukaan, sisi kehidupan atau pemikiran manusia berangsur-angsur berubah. Justeru permukaan merupakan sudut pandang yang khas melalui kesenangan seseorang terhadap kata dengan logika-bahasa sesuatu yang membuatnya tertarik.

Sejauh bahasa lisan sesuai dengan bahasa tulisan ada dalam pikiran pembaca sekaligus pikiran penulis melalui kesenangan. Arus kata-kata akan mengambang bebas di atas permukaan bergerak dari citra hasrat ke realitas yang diputuskan relasinya dengan kesenangan berada sekitar kita, seperti daun-daun mengambang di permukaan kolam air.

Satu sisi, masa jabatan kepala desa terpisah dengan wujud lahiriah. Pada sisi lain, titik permukaan menandakan celah di balik wujud lahiriah yang bisa diprediksi terukur dan berbicara pada kita. 

Meski orang-orang memiliki hasrat untuk kuasa desa, tetapi ia tidak lagi terungkap dalam kesenangan yang bersih dari penyimpangan.

Kata-kata kembali berada dalam ketidakhadiran gaya dan tata bahasa kesenangan. Bentuk dan ruang kosong yang menyelimuti kata-kata itu sendiri. Kata-kata eksis dalam tulisan menjadi titik pergerakan dari satu diskursus ke diskursus lainnya.

Diskursus masa jabatan kepala desa mencoba menggambarkan sesuatu mengenai eksis atau tidaknya melalui kesenangan.

Jadi, masa jabatan kepala desa sembilan tahun sebagai sesuatu yang erotis. Ia bukan hal-hal besar dari kebenaran, melainkan suatu hal yang sederhana. Ia bersifat terbuka dan teracak dari kesenangan yang mengalami perubahan terus-menerus.

Mengalirnya hasrat dan kesenangan atas masa jabatan kepala desa sembilan tahun nampak tercantol dalam kata-kata, tuturan, perbincangan, tulisan atau teks itu sendiri di bawah mekanisme kuasa.

Mekanisme kesenangan disalurkan melalui diskursus masa jabatan kepala desa sembilan tahun. Ada saatnya kemungkinan kesenangan menciptakan kuasa.

Pada saat yang lain kemustahilan dari kesenangan menjadi aparatur kuasa tidak bergerak secara terbuka tanpa memiliki kuasa yang produktif dengan cara mengelola aksi penolakan atas diskursus masa jabatan kepala desa sembilan tahun. Bukan cara kekerasan atas kekerasan lainnya. Sentuhan kreatif dan manusiawi itulah cara bekerja kesenangan melalui tubuh itu sendiri berlangsung lama.

Atau sekejap mata begitu saja melalui rezim diskursus yang sebagian pihak tidak ingin dimanifestasikan dan dikonsolidasikan menjadi rezim kuasa yang terinstitusionalkan.

Suatu hal, bahwa kita perlu melepaskan sejenak relasi bolak-balik pemikiran di sekitar kuasa atas tubuh dan kuasa itu sendiri dalam kaitannya dengan sesuatu yang produktif dan kesenangan di balik kuasa desa itu sendiri.

Ia tidak dilihat sebagai kesenangan yang bisa saja teracak dan tertukar tatkala kegemaran pada sesuatu begitu beragam yang membuat kesenangan hanya mengejar bayangannya sendiri, sekalipun tubuh menjadi aparatur sekaligus titik memantulkan bayangannya. Selera, fantasi, status, dan gengsi bisa lebih cair menjadi lapisan pertama berupa masa jabatan kepala desa yang bersifat psikis menjadi lapisan kedua bayangan bagi kesenangan bersifat mekanis.

Semakin lama kita tidak berpikir lagi mengenai tautan pada sintesis yang terputus-putus (discontinues synthetic). Kesenangan sebagai obyek pengetahuan untuk menemukan paradoks yang berbiak.

Kata lain, bahwa program legislasi nasional atas desa  terlepas dari apakah pernyataan benar dan salah, yang pada akhirnya hanyalah permainan kesenangan. Tuntutan atas masa jabatan kepala desa diselimuti oleh hasrat dan kesenangan. 

Sementara, aliran kesenangan terus meluber saat dibicarakan masa jabatan kepala desa sembilan tahun. Temuan satu dengan temuan lainnya terhadap pengelolaan keuangan desa tidak digubris lantaran hasrat dan kesenangan bisa "melenturkan" aturan main tertentu.

Jadi, kesenangan dan masa jabatan kepala desa sembilan tahun merupakan 'dua sisi dalam koin yang sama' tidak lagi memiliki kilauan cahaya kharismatik. 

Jabatan itu tidak lebih dari permainan kesenangan.

Ia saling menata antara satu dengan lainnya melalui pengetahuan tentang kesenangan, tanpa modal-uang dalam proses pertukaran dan kelangkaan koin yang tentu regulasi kuasa akan mengendalikan wujud tidak dipikirkan. Berkat pertukaraan koin dengan lainnya, dimana koin alias recehan akan diganti bentuknya dengan masa jabatan kepala desa agar tetap bekerja dalam lingkaran kuasa.

Nah, pembentukan kilauan masa jabatan kepala desa sembilan tahun mengarah pada kekerasan hasrat dan konsep kuasa yang sulit dinalar (serupa koin di bawah terpaan terik matahari). Meski orang tidak melek berada di sudut gelap akan kembali terang, tanpa metafora tatkala melihat koin atau jenis bahan uang lainnya.

Nanti setelah terbangun, kepala desa dan sebagaian orang akan melepaskan kesenangan dirinya dari perangkap cahaya tiruan dalam mimpinya.  

Saat ini, bukanlah momentum yang tepat untuk membicarakan secara rinci mengenai esensi atau rahasia kesenangan. Karena sisi permukaan benda-benda dan kata-kata banyak menentukan cara berpikir. Maka kesenangan itu sendiri memiliki keterkaitan kuat dengan hal-hal yang kasat mata di atas permukaan.

Bahwa paling penting dari semuanya itu adalah pembebasan kesenangan dari serangkaian mainan senyuman, pujian, dan undangan menghadiri acara atau membagikan paket hadiah tetapi pamrih.

Tanda ekspresi tersebut nyaris saja menjadi permainan politik desa.

Kita bisa paham di sini. Gegara penambahan masa jabatan, maka "surplus kuasa" desa bisa membahayakan "pundi" dana desa dan anggaran dana desa yang lebih dari seukuran gajah.

Begitu pula pentingnya bagaimana kita berusaha menangani korban "politik kuasa" dengan menjadikan masa jabatan kepala desa sembilan tahun sebagai kesenangan semu belaka.

Kesenangan terhadap masa jabatan kepala desa sembilan tahun tidak memiliki keterkaitan teks hukum (UU No.6/2014 tentang Desa), kecuali pasal yang mengatur masa jabatan enam tahun. Ia merupakan "titik buta" dari teks hukum tersebut yang tidak terpikirkan sebelumnya (gara-gara tanda kesenangan). Karena itu, jika Anda keluar dari 'Cogito Cartesian' bukanlah lantaran terdapat kedok kesalahan. Tetapi, ia berkedok kebenaran, yaitu kebenaran dari hasrat alias kesenangan untuk menambah masa jabatan kepala desa sembilan. Padahal, hasrat dan kesenangan melampaui masa jabatan atau produk hukum di bidang pemerintahan.

Terlalu enak tenang, sehingga orang akan terbuai dengan jabatan kepala desa yang begitu menggiurkan. Kesenangan untuk kuasa kepala desa laksana "iklan." Makin dikejar makin mendekati semacam mimpi dan ilusi. 

Jabatan sembilan tahun misalnya, dana desa dengan porsi jumbo menjadi mimpi dan ilusi jika diselewengkan.

Tetapi, itu tidak membuat orang menjadi keder. Malah ia bisa menjadi-jadi. Siapa yang tidak mau merebut kepala desa. Apalagi sembilan tahun masa jabatannya, maka kesenangan itulah akan mengantarkannya pada apa yang mustahil menjadi tidak mustahil.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun