Mohon tunggu...
Ermansyah R. Hindi
Ermansyah R. Hindi Mohon Tunggu... Lainnya - Free Writer, ASN

Bacalah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Mengapa Ayah Enggan Berbicara tentang Diskursus Kuasa?

23 September 2022   12:55 Diperbarui: 18 Oktober 2022   09:14 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber : geotimes.com

Karena itu, banyak negara yang mengalaminya. Bukan juga berarti alat justifikasi atau sikap apologis lantaran negara kita tidak sendirian di tengah pandemi.

Kita tidak ingin menyerah, kita terus menerus berusaha untuk melepaskan diri kita dari bayangan gelap atau membebaskan manusia dari mimpi buruk, dari lingkaran ujaran dan teks "kemiskinan membunuh Anda", "utang Covid memperpuruk kondisi negara Anda".

Orang-orang seakan-akan berbicara pada dunia, bahwa nalar pingsan karena alasan demi 'pemutusan mata rantai penularan virus', pikiran kita diambil alih oleh alasan keamanan atau kelangsungan hidup bersama. "Katakan padaku, Siapa Anda?" "Katakan padaku, mengapa aku belum berbicara?"

Satu hal yang ingin kita katakan ketika kemunculan pandemi bukanlah bentuk keteledoran, melainkan langkah-langkah dari pengambil kebijakan nasional untuk memberi pernyataan tentang ketiadaan relasi logis antara kehadiran utang yang melilit dan virus yang melonjak dan bermutasi.

Sama halnya dengan ketidakhadiran determinasi kesehatan atas mata pencaharian atau pekerjaan penduduk yang berdampak pandemi.

Begitu pula sebaliknya, keduanya saling berinteraksi tanpa pengecualian dan tanpa berat sebelah bergerak dalam proses pevirusan antara virus organik dan non organik, seperti relasi yang terbangun antara tulisan tentang benda-benda yang tampak secara lahiriah dan benda-benda yang tidak tampak oleh mata biasa kita.

Dalam pandangan yang tidak terkungkung dalam teks atau sekilas kaca mata satu arah kenampakan wujud, bahwa Covid bukanlah sumber atau akar permasalahan, biang kerok krisis, melainkan ketidakhadiran tanda kehidupan, yang membuat kita tidak mampu merenung atau mengosongkan diri dari hal-hal yang justeru terjatuh pada lubang yang sama dan kemungkinan berpindah tempat.

Mungkin ini pula yang tidak memberikan jawaban yang memadai dari permasalahan tentang urutan kronologis, peristiwa siklus dan krisis yang melanda bumi.

Misalnya, paradoks antara protokol kesehatan bersifat tetap dan peraturan yang menopangnya justeru bertambah pelarangan dan pembatasannya terhadap setiap aktivitas manusia, tatkala sendirian maupun kerumunan, yang membuatnya bisa terjerumus dalam lembah pandemi virus yang lebih gawat dan akhirnya berakibat fatal.

Tetapi, kefatalan itulah akan menyamarkan kegawat-daruratan keadaan kita. Tanda indikasi yang mengekspresikan keadaan luar biasa: kemungkinan ekonomi makin terpuruk dan pandemi terhambur keluar.

Kelompok pernyataan dan pembicaraan santai belum lagi menjadi viral yang menjurus pada perubahan secara evolutif dengan tema-tema seputar pergerakan dari pandemi ke epidemi, seperti fenomena Flu Spanyol, yang sudah lama sekali terlampaui peristiwanya begitu dahsyat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun