Papa juga sama putus asanya. Tiap weekend, Beliau bahkan sengaja cuti dari bisnis dan mengajakku jalan-jalan. Minggu lalu kami bermain golf. Namun aku sibuk memainkan ponselku daripada menonton permainan golf Papa yang luar biasa.
       "Sayang, kalau kamu mulai kecanduan ponsel, Papa akan menyitanya."
       Aku cemberut masam. "Ah, Papa. Lietha dan ponsel kan ibarat satu paket. Kemana-mana aku harus membawanya. Kalau nggak, Lietha akan merasa ada yang kurang."
      "Tapi sayang, ponsel itu cuma barang. Kamu nggak boleh memfokuskan hidupmu pada benda mati. Itu tidak normal. Kamu harusnya jalan-jalan atau nongkrong dengan teman-temanmu. Bukannya sibuk bermain-main ponsel tiap hari."
       Aku mencibir, mengenang semua kata-kata Papa dan Mama. Bukannya aku mencela nasihat mereka. Tapi rasanya tidak masuk akal. Bagaimana kalau teman-teman cewekmu bertipe suka dandan dan tebar pesona pada cowok atau jalan-jalan ke mall dengan make-up super norak?Belum lagi mereka sering bergosip dan lebih peduli trend fashion atau mode berbau khas cewek?Yeah, mirip sepupu-sepupu cewekku. Renna, Keysha, Sera, Love, Nina, Jessica. Oke, Nina ada pengecualiannya. Kau pasti lebih suka menghabiskan harimu dengan sesuatu yang penting, kan?
       "Sori, elo nungguin bus?"Suara bas seseorang membuyarkan lamunanku.
       Aku menoleh malas. Tampak seorang cowok jangkung menaiki sepeda. Wajahnya putih dan bersih terawat. Oh, dia tampan juga dengan sinar mata jenaka, rahang kokoh, bibir agak tipis, alis terangkat heran, rambut pendek agak tebal.
      "Nggak!Gue lagi tunggu sopir gue."
      "Yeah, gue lupa. Elo tiap hari kan memang diantar-jemput sama sopir."Cowok itu mencibir sinis.
      "Sori?Gue nggak kenal elo. Apa urusan elo?Elo mata-mata CPC?"
      "Apa itu?"Sekali lagi wajah memesona itu mengangkat alis. Oh, dia memang cakep!