Aku menghela napas berat. Rio, pikiranku melayang pada cowok jangkung yang hobi pamer senyum menyebalkan. Dia paling suka mengerling cewek. Cakep sih, tapi kesan playboy menguar kuat. Berkali-kali aku menangkap basah, dia selalu melirik cewek lain kalau jalan dengan Nina. Aku sudah membujuk Nina agar tak berpacaran dengannya. Tapi dasar keras kepala!Dia malah menuduhku cemburu. Yeah, aku kan jomblo lima tahun. Emangnya aku peduli?
       "Sudahlah. Elo nggak usah memikirkan cowok kayak gitu. Masih banyak kok cowok lain."
       "Tapi, Tha. Aku sudah terlanjur cinta banget sama dia."
        Yeah, kayak aku nggak tahu emosinya yang labil. Tidak lama lagi dia akan menggandeng cowok baru. Dulu sebelum jadian dengan Rio, Nina pacaran dengan Tito. Mereka putus tiga bulan lalu. Alasannya Tito terlalu cuek, lebih cinta sama motor dan teman geng cowoknya. Nina menangis tiga hari tiga malam, tapi seminggu kemudian dengan wajah berseri-seri, dia mengenalkan Rio.
       "Tha, gue pinjam hp elo buat nelpon Agra. Ntar malam ultah Nat."Nina tiba-tiba mengalihkan topik dengan wajah penuh harap
       "Nina ..."
        Uhm, pernah nggak sih aku bilang kalau sepupuku ini emang bikin sebal?Dasar suka seenaknya!Padahal dia cuma perlu membujuk Om Fendi untuk membelikannya hp. Tapi aku ragu Omku itu akan bermurah hati. Beliau kayaknya kapok. Nina sudah kesekian kalinya menghilangkan hp bila penyakit lupa-nya kumat.
                                                               * * * * *
       Aku merogoh tasku, mengacak-acak isinya. Astaga!Aku panik!Dimana ponsel kesayanganku?Aku perlu menelepon Pak Ujang, sopir keluargaku. Gara-gara Madam Kelly mendadak sakit perut, kuliah Bahasa Perancis dibubarkan lebih awal. Padahal masih ada sisa satu setengah jam lagi. Jam segini, Pak Ujang mungkin mengantar Eyang Putri ke rumah Tante Echi, adik Mama. Masa aku harus berpanas-panas ria dalam angkot atau bus. Ih!Aku bergidik memikirkannya.
       "Ya ampun, sayang. Kamu itu sekali-sekali perlu merasakan kehidupan orang umum. Naik bus, jalan kaki, naik angkot, kumpul-kumpul dengan teman di kantin, JJS ke tempat-tempat umum. Bukannya sibuk YM-an di internet atau browsing sepanjang hari."
       Ingatanku melayang pada Mama dengan wajah letihnya yang membujuk, nadanya putus asa. Aku memang lebih mencintai kamarku dibanding tempat mana pun. Aku bebas berinternet dan chatting dengan ponsel-ku. Pulang kuliah, aku akan menghabiskan seharian di kamar dalam hening. Aku tidak begitu suka berinternet dengan laptop. Kau kan tidak mungkin berguling-guling dengan bebas?