Mohon tunggu...
Lilik Fatimah Azzahra
Lilik Fatimah Azzahra Mohon Tunggu... Wiraswasta - Wiraswasta

Seorang ibu yang suka membaca dan menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Novel [15] Goodbye Nightmare! | Igauan Inta

26 Desember 2019   22:59 Diperbarui: 27 Desember 2019   04:23 174
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber:pinterest.com

Bag-15

Igauan Inta

---------

Di Wooden House.

Entah sudah berapa lama Inta tertidur. Sesekali Deborah melihat kakak sahabatnya itu menggeliat dan merintih kecil.

Ketika terdengar rintihan lagi, kali ini agak panjang, Deborah mendekat. Ia duduk di tepi ranjang dan menyentuh kening kakak sahabatnya itu perlahan. Terasa panas.

"Inta, kau ingin minum?" Deborah bicara lembut.

"Hutan pinus. Hijau. Coklat memang selalu manis, sayang..." Inta mengigau.

Deborah berkerut kening. Kalimat itu. Ia merasa aneh mendengarnya.

"Kau mengalami demam, Inta. Apakah kau membutuhkan dokter? Aku bisa minta pertolongan Martin untuk mencarikan dokter terdekat di sekitar sini," Deborah berbisik di telinga Inta.

"Kafe coklat. Segelas milk shake, apa kau juga memesannya?" Inta mengigau lagi.

Deborah kembali mengernyit alis. Tapi kemudian ia berpikir. Orang-orang yang mengalami demam tinggi memang cenderung begitu. Mengigau. Mereka bicara di bawah alam sadar.

Deborah berdiri. Mengambil segelas air mineral. Dengan menggunakan sedotan ia membantu Inta minum.

"Boleh aku mengompresmu, Inta?"

Inta tidak menyahut. Tapi bibirnya bergetar. Berkomat-kamit.

Tanpa menunggu persetujuan lagi, Deborah segera mengambil tumpukan tisu yang tergeletak di atas meja. Lalu dibasahinya tumpukan tisu itu dengan air mineral. Kemudian ditempelkannya di atas kening Inta.

Sekilas Deborah melirik arloji di pergelangan tangan kirinya. Sepertinya ia harus segera menghubungi Martin. Mumpung hari belum terlalu larut.

Ia meraih telpon kamar. Bicara dengan seseorang.

Beberapa menit kemudian terdengar langkah di luar kamar. Segera Deborah berdiri. Membuka pintu dan menemui Martin.

"Kau bisa memberitahuku di mana ada dokter praktik terdekat, Martin?"

"Bisa, Nona Deborah. Apakah saya harus mengantar Nona ke sana?"

"Bukan aku yang sakit. Tapi kakak temanku itu. Tunggu sebentar. Aku lihat dulu kondisinya. Kalau ia bisa bangun dan berjalan menuju mobil, kupikir lebih baik kami yang menemui dokter itu."

Tapi keadaan Inta tidak memungkinkannya untuk bangun. Tubuhnya tampak sangat lemah. Martin menyebutkan sederetan angka dari daftar yang ada di dalam ponselnya.

Deborah akhirnya memutuskan menelpon dokter praktik itu. Memintanya untuk datang.

***

Tak banyak yang dikatakan oleh dokter. Setelah memeriksa keadaan Inta, dokter umum yang sudah berumur itu menuliskan resep lalu menyerahkannya kepada Deborah.

"Ini obat sementara untuk menurunkan panas. Tapi saya sarankan. Sebaiknya teman Anda melakukan tes darah."

"Kukira ia sudah melakukannya, Dokter. Hanya saja saya tidak bisa menanyainya sekarang."

"Oh, baiklah. Semoga teman Anda cepat membaik," dokter tersenyum ke arah Deborah. Deborah meraih dompetnya dan menyerahkan beberapa lembar uang.

Ditemani Martin, dokter itu meninggalkan kamar 206.

Deborah kembali menutup pintu. Tapi kemudian gadis itu teringat sesuatu. Mengapa tadi tidak sekalian menitip resep kepada Martin?

Tapi kemudian ia berubah pikiran. Terlalu sering ia merepotkan pemuda itu. Akhirnya ia memutuskan untuk pergi sendiri mencari apotek terdekat.

Seperti biasa, sebelum meninggalkan kamar ia mengunci pintu dari luar. Ia turun menggunakan lift menuju area perkir.

***

Cukup lama Deborah berputar-putar di jalanan mencari alamat apotek yang tertera pada resep dokter. Ia tidak bisa mengandalkan bantuan google map. Sebab malam itu sinyal di sekitar penginapan sangat buruk.

Setelah lebih dari setengah jam tidak juga menemukan alamat apotek yang dituju, Deborah menyerah. Ia memutuskan kembali ke Wooden House untuk menemui Martin. Ia berpikir, hanya Martin yang bisa membantunya.

Mobil kembali memasuki area parkir penginapan. Deborah langsung menuju lobi hotel. Ia bicara sebentar dengan resepsionis piket malam itu. Seorang gadis muda.

"Anda mencari Martin? Sayang sekali ia baru saja pergi,"  gadis itu memberi tahu.

"Kemana?"

"Saya kurang tahu. Tapi ia pergi bersama seorang wanita. Kalau tidak salah...penghuni kamar nomor 206."

Bersambung....

***

Malang, 26 Desember 2019

Lilik Fatimah Azzahra

Kisah sebelumnya : Novel 14

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun