Aku tertawa kecil.
Ya, sejak tadi pagi aku mendarat di Surabaya memang yang terpikirkan adalah Wawan. Dirinya memang bukan hanya sekedar teman saat Sekolah Dasar, melainkan memang seorang yang dari dulu istimewa di mataku.
Syukurnya Wawan cukup sopan untuk tidak menggandeng tanganku atau merangkulku  saat akan memasuki ruang bioskop. Di dalam ruang bioskop yang gelap, aku merasa Wawan selalu memperhatikanku. Wajahku bersemu malu. Layaknya anak remaja saja, padahal aku ini berstatus ibu dari dua orang anak. Dan Wawan adalah ayah dari tiga orang anak.
"Lama tidak bertemu, ternyata kamu menarik juga ya. Sudah semakin dewasa" rayunya kalem.
"Maksudnya sudah emak-emak yang penuh tumpukan lemak" kilahku.
"Ah, nggak juga, kamu masih tetap cantik kok"
"Gombal"
Dirinya tertawa pelan. Entah mengapa aku menikmati semua ini. Merasa seperti ratu yang selalu mendapat perhatian darinya. Entah apakah dirinya bersikap yang sama dengan istrinya. Aku tak tahu pastinya.
Kukirimkan message via whatapps ke suamiku menerangkan bahwa aku sedang nonton di bioskop dengan temanku. Dan suamiku mengijinkan. Suamiku memang bukan tipe orang yang selalu ingin tahu apa kegiatanku dan terlalu percaya denganku. Dirinya bahkan tidak bertanya apakah temanku ini wanita atau laki-laki. Padahal aku sudah akan menyiapkan alasan apabila dirinya bertanya mengapa aku menonton bioskop dengan teman laki-laki.
"Laporan?" tegur Wawan ketika melihatku baru saja membaca message dari suamiku.
"Kan wajib" kilahku. Wawan pura-pura cemberut.