Mohon tunggu...
Eka Sulistiyowati
Eka Sulistiyowati Mohon Tunggu... Administrasi - karyawan

aku tahu rezekiku takkan diambil orang lain, karenanya hatiku tenang. aku tahu amal-amalku takkan dikerjakan orang lain, karenanya kusibukkan diri dengan beramal

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Jangan Salahkan Alina

25 Oktober 2018   14:26 Diperbarui: 25 Oktober 2018   14:31 274
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pernikahan itu tidak hanya butuh CINTA

Tapi juga butuh SETIA

"Eh, tahu nggak kabar terbaru Alina dan suaminya?" kata Rena

"Memangnya mereka jadi cerai?" sahut Anna.

"Jadi, tapi aku heran kok bisa ya Alina tuh selingkuh padahal suaminya tuh tajir dan setia banget" Rena terlihat serius berpikir.

"Kan suaminya tidak seganteng pacarnya" sahut Anna.

Aku hanya terdiam tidak berkomentar saat teman kerjaku sedang menggosipkan Alina. Alina dulunya adalah rekan kerja kami. Setelah suaminya menjadi pengusaha sukses, dirinya resign dari pekerjaannya dan fokus mengurus ketiga anaknya.

Banyak diantara kami sebenarnya yang iri dengan posisi Alina. Suaminya yang dulunya biasa-biasa saja ternyata dalam sepuluh tahun ini menjadi deretan pengusaha yang terkenal dengan kekayaan yang besar. Sementara kami sebagai karyawati gajinya hanya stagnan segitu-gitu saja. Alina sudah tinggal di rumah mewah, mempunyai mobil mewah, berkali-kali jalan-jalan ke luar negeri, bahkan anak-anak mereka bisa sekolah di sekolahan yang mahal di kota Jakarta.

"Kok bisa ya, Alina malah mempertahankan selingkuhannya"  Rena masih belum bisa move-on dari pembicaraan tentang Alina.

"Kamu tidak tahu sih bagaimana rasanya selingkuh" ucapku  tiba-tiba.

Rena dan Anna menoleh ke arahku, mereka mengernyitkan dahi.

"Memangnya kamu pernah selingkuh?" tanya Anna hati-hati.

Aku memang terkenal paling pendiam diantara teman-temanku. Bahkan bisa dikategorikan aku bukanlah wanita yang cantik dan menarik. Jadi secara logika tidak mungkin aku berselingkuh.

"Pernah" jawabku kalem.

Rena dan Anna saling berpandangan.

"Usia pernikahan di atas lima tahun itu sudah mulai membosankan" keluhku.

"Kamu selingkuh sama siapa?" tanya Anna pelan.

===

Masih juga kupandangi boarding pass- ku dari Jakarta ke Surabaya. Jarang-jarang aku menadapatkan perjalanan dinas menuju kota pahlawan ini.

Aku menunggunya di sebuah Mall di daerah Surabaya. Kali ini aku sengaja membolos pelatihan  karena ingin bertemu dengannya. Namanya Hermawan, aku biasa memanggilnya Wawan. Dirinya adalah teman sekolahku ketika masih Sekolah Dasar. Dirinya bukanlah lelaki ganteng seperti selingkuhan Alina. Tapi Wawan ini sosok yang sangat perhatian dengan wanita. Aku suka cara dirinya memanjakanku.

"Haiii..." sapa Wawan.

Akhirnya lelaki yang aku tunggu selama sepuluh menit ini nongol juga.

"Jadi kita nonton?" tanyanya.

"Jadi dong" jawabku manja.

Aku memang sangat suka bermanja padanya. Karena semakin aku bermanja, semakin dirinya perhatian padaku. Berbeda dengan suamiku yang bahkan tidak pernah bertanya apakah aku sudah mandi hari ini. Ah, suamiku selalu cuek padaku. Eits, jangan berpikir macam-macam. Suamiku adalah tipe lelaki yang setia. Buktinya saya bebas menggunakan HP nya dan membalas chatting whatapps teman-temannya. Tidak ada satupun yang dirahasiakan darinya.

"Eits...jangan dibayari Wan" kataku.

Lelaki yang baru kutemui beberapa menit yang lalu hanya nyengir sambil menyodorkan uang seratus ribuan ke petugas penjual tiket bioskop. Jari tangannya mengisyaratkan akan membeli dua tiket.

"Yang mana Pak?" tanya petugas tiket kalem.

"Yang ini sama ini" jawab Wawan menunjuk dua bangku kosong yang jauh dari kerumunan penonton lain.

Aku mengeryitkan dahi seraya mengangkat tangan.

"Kali ini kita nge-date" kata Wawan berbisik padaku.

"Eits, jangan coba-coba nggodain istri orang ya..." kilahku.

"Ah, yang digodain juga seneng kan?" rayunya.

Aku tertawa kecil.

Ya, sejak tadi pagi aku mendarat di Surabaya memang yang terpikirkan adalah Wawan. Dirinya memang bukan hanya sekedar teman saat Sekolah Dasar, melainkan memang seorang yang dari dulu istimewa di mataku.

Syukurnya Wawan cukup sopan untuk tidak menggandeng tanganku atau merangkulku  saat akan memasuki ruang bioskop. Di dalam ruang bioskop yang gelap, aku merasa Wawan selalu memperhatikanku. Wajahku bersemu malu. Layaknya anak remaja saja, padahal aku ini berstatus ibu dari dua orang anak. Dan Wawan adalah ayah dari tiga orang anak.

"Lama tidak bertemu, ternyata kamu menarik juga ya. Sudah semakin dewasa" rayunya kalem.

"Maksudnya sudah emak-emak yang penuh tumpukan lemak" kilahku.

"Ah, nggak juga, kamu masih tetap cantik kok"

"Gombal"

Dirinya tertawa pelan. Entah mengapa aku menikmati semua ini. Merasa seperti ratu yang selalu mendapat perhatian darinya. Entah apakah dirinya bersikap yang sama dengan istrinya. Aku tak tahu pastinya.

Kukirimkan message via whatapps ke suamiku menerangkan bahwa aku sedang nonton di bioskop dengan temanku. Dan suamiku mengijinkan. Suamiku memang bukan tipe orang yang selalu ingin tahu apa kegiatanku dan terlalu percaya denganku. Dirinya bahkan tidak bertanya apakah temanku ini wanita atau laki-laki. Padahal aku sudah akan menyiapkan alasan apabila dirinya bertanya mengapa aku menonton bioskop dengan teman laki-laki.

"Laporan?" tegur Wawan ketika melihatku baru saja membaca message dari suamiku.

"Kan wajib" kilahku. Wawan pura-pura cemberut.

"Karena kamu sudah membuatku cemburu, kamu harus menemaniku makan siang ya" rayunya.

"Nggak ah"

"Ayolah..."

"Oke, sekali ini saja"

"Iya sekali ini saja, tapi kalau kamu ke Surabaya lagi, kita nge-date lagi ya"

Sejak saat itu Wawan sering mengirimiku pesan. Dirinya memanggilku 'kesayangan'. Aku merasa muda lagi. Tiap kali dirinya mengirimkan pesan aku tersenyum dan hatiku berbunga-bunga. Pun saat suamiku ada di dekatku aku masih juga bisa berbalas pesan dengannya. Luar biasa, bukan?

Hingga akhirnya suatu ketika suamiku demam, entah mengapa hatiku tetiba tersentuh. Bisik hatiku mengatakan bahwa Wawan memanglah lelaki yang suka memanjakanku. Tapi Wawan memang jauh berbeda dengan suamiku. Suamiku itu orangnya lempeng, tidak pernah terpengaruh dengan dunia luar. Bukan pula orang yang romantis, bahkan sampai punya dua anak dirinya tidak pernah memanggilku sayang. Posisi pekerjaan juga suamiku bergaji jauh lebih tinggi daripada Wawan. Bahkan ketika aku menikah dengan suamiku dirinya sudah menyiapkan rumah berserta isinya lengkap, dan tidak ada kreditan. Suamiku lahir dari keluarga terhormat dan terpelajar, buktinya Bapaknya saja pendidikannya sudah S2, padahal usian ya hampir tujuh puluh tahun.

Dan kasus Alina yang muncul akhirnya menyadarkanku bahwa meskipun indah, selingkuh tetaplah membuat banyak orang terluka. Kalau kita mampu bersikap dewasa, kita tidak akan mementingkan kebahagiaan diri kita sendiri, melainkan ada hal lain yang harus kita jaga. Ada banyak hati yang perasaaannya perlu kita lindungi.

===

"Terus bagaimana Wawan?" tanya Rena katika aku menceritakan perselingkuhanku sebulan yang lalu dengan seorang Wawan.

"Entahlah, sempat dirinya juga galau di status facebooknya. Tapi sekarang sudah tidak menghubungi aku lagi" jawabku, "Kalau memang belum pernah berselingkuh pasti akan berpikir itu adalah hal yang kotor, tapi kalau sudah pernah mencoba pasti akan merasa sensasi yang menyenangkan"

"Syukurnya kamu sadar" tegur Anna yang masih tidak percaya diriku bisa berselingkuh.

"Selalu ada celah untuk menghancurkan rumah tangga, tapi juga selalu ada jalan untuk kembali kepada tugas masing-masing. Menikah itu bukan karena ego saja, tapi adalah pertanggungjawaban kepada Sang Pencipta." Kataku sok bijak.

Rena dan Anna menatapku, lalu mereka memelukku.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun