Mohon tunggu...
Efendi Muhayar
Efendi Muhayar Mohon Tunggu... Penulis - Laki-laki dengan pekerjaan sebagai ASN dan memiliki hobby menulis artikel

S-2, ASN

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Pantaskah Indonesia Menjadi Negara Gagal?

12 Agustus 2020   23:05 Diperbarui: 12 Agustus 2020   23:25 285
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Masih berkaitan dengan demokrasi, maka pengesahan UU Minerba oleh DPR RI beberapa waktu juga menujukkan bahwa di   Indonesia juga masih  terjadi   krisis demokrasi, karena RUU ini  terkesan dibahas  dengan tergesa-gesa dan disahkan di tengah perhatian masyarakat pada pandemik corona. UU yang disahkan tersebut jelas memberi keuntungan secara langsung kepada perusahaan pertambangan batu bara. 

Perusahaan yang masa perjanjian karyanya habis akan memperoleh perpanjangan izin menjadi izin usaha pertambangan khusus (IUPK) tanpa melalui lelang. Hal ini menunjuk pada  hasil survey lembaga pemeringkat global, Moody's Investors Service, diketahui bahwa  utang beberapa perusahaan batubara bakal jatuh tempo dengan nilai yang besar pada tahun 2022.

Konsekuensinya adalah perusahaan-perusahaan tersebut membutuhkan  pembiayaan utang dari  lembaga keuangan. Sedangkan  kemampuan untuk mendapatkan kembali pembiayaan tergantung pada cadangan baru atau pembaruan ijin perusahaan-perusahaan pertambangan batu bara. 

Beberapa perusahaan yang akan habis masa ijinnya sebelum jatuh tempo utang adalah Bumi Resources, Adaro, dan Indika. Sementara itu, pada saat bersamaan  kepedulian investor  dan bank terhadap resiko lingkungan  batu bara mempersulit pembiayaan kembali utang  yang jatuh tempo. (CNN Indonesia,11 Nop. 2019)

Dengan peristiwa ini menunjukkan bahwa pemerintah dan DPR  yang dipilih melalui Pemilu sebagai bagian dari praktek demokrasi lebih berpihak pada  kelompok kepentingan dibanding kepetingan publik. Hal ini dipertegas dengan laporan ICW yang menunjukan bahwa pasca reformasi, elit politik baik ditingkat  pusat maupun daerah ramai-ramai masuk ke bisnis pertambangan batu bara. 

Peran elit politik yang masuk ke bisnis pertambangan dan pengambilan kebijakan mengakibatkan terjadinya dampak buruk akibat  pertambangan batu bara berupa pencemaran air dan sungai, bekas lubang tambang yang menyebabkan banyak korban jiwa manusia serta  pengambil alihan lahan. 

Lebih jauh lagi, elit itu lalu menggunakan uang  dari bisnis batu bara untuk membiayai  politik yang berbiaya tinggi, yang akhirnya bermuara pada  terdistorsinya politik Indonesia, misalnya  tidak  berhasilnya melahirkan  pemimpin  hasil pemilu yang berpihak pada  rakyat, serta  terdistorsinya kebijakan.

Disahkannya UU Minerba  menunjukkan  kegagalan demokrasi  dan nilai-nilai akuntabilitas dalam pengambilan kebijakan oleh para elit politik. Pengambilan keputusan yang  tidak transparan dan tergesa-gesa serta mengambaikan masukan atas aspirasi dari rakyat. Hal yang sama juga terjadi  pada UU tentang KPK yang disahkan  pada Rapat Paripurna DPR 17 September 2019. 

Pengesahan UU ini mendapat tantangan dari masyarakat  karena UU ini dianggap telah melemahkan  kerja lembaga antirasuah tersebut. Berdasarkan kajian bahwa terdapat lebih kurang 26 poin subtansi UU yang dianggap   melemahkan atau bahkan melumpuhkan kerja KPK, karena beberapa kewenangan yang dikurangi adalah kewenangan pokok dalam melaksanakan tugas. 

Selain itu, terdapat ketidaksinkronan antarpasal sehingga menimbulkan tafsir yang beragam, yang akhirnya  menyulitkan KPK dalam penanganan perkara korupsi ke depan.  Inilah salah satu akibat dari   proses penyusunan UU KPK tidak terbuka, kurang melibatkan publik,  dan kurang mendengar masukan instansi terkait seperti KPK.

Dalam RUU lainnya   juga mendapat tantangan dari  rakyat berkaitan dengan  RUU Tentang KUHP. Banyak pasal-pasal  RUU KUHP dianggap banyak masalah dan mengundang pertanyaan dari berbagai kalangan. Misalnya, pasal tentang penyerangan  kehormatan atau harkat dan martabat presiden dan wakil presiden.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun