Mohon tunggu...
ECOFINSC UNDIP
ECOFINSC UNDIP Mohon Tunggu... Kelompok Study Finance FEB UNDIP

ECOFINSC FEB UNDIP adalah organisasi mahasiswa berbentuk kelompok studi yang mengkhususkan diri pada kajian, diskusi, serta penelitian mengenai permasalahan perekonomian maupun keuangan di lingkup nasional maupun internasional. Lebih lanjut mengenai ECOFINSC dapat di akses melalui https://linktr.ee/Ecofinscfebundip

Selanjutnya

Tutup

Financial

Jatuhnya Kepercayaan di Pasar Modal Indonesia: Kajian Penurunan IHSG Kuartal I 2025

9 Juni 2025   15:14 Diperbarui: 9 Juni 2025   15:14 1103
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: Bisnis.com

4. Ketidakjelasan Narasi Ekonomi Indonesia

Transisi pemerintahan pasca pemilu pada akhir 2024 belum menghasilkan narasi ekonomi yang baik dan kredibel di mata dunia. Misalnya, peluncuran Dana Abadi Nasional atau Danantara pada 24 Februari 2025 yang diharapkan menjadi tonggak baru dalam pengelolaan aset negara justru menimbulkan keraguan. Hanya dalam dua hari setelah pengumuman, IHSG turun hampir 3,2 persen dan investor asing mulai menarik dana secara besar-besaran.

Masalah utamanya bukan pada keberadaan dana tersebut, melainkan pada siapa yang akan mengelola dan bagaimana proses tata kelolanya akan dijalankan. Sentralisasi pengelolaan aset negara langsung di bawah presiden tanpa kejelasan mengenai sistem transparansi dan pengawasan menimbulkan kekhawatiran akan konsentrasi risiko dan lemahnya akuntabilitas fiskal. Ketidakpastian arah kebijakan pasca pemilu membuat Indonesia kehilangan status sebagai pasar berkembang unggulan dan mulai dipandang sebagai negara dengan tingkat risiko yang tinggi oleh investor internasional.

Sentimen dan Perilaku Investor

Koreksi tajam IHSG pada kuartal I 2025 tidak hanya mencerminkan pelemahan indikator makro dan meningkatnya risiko geopolitik, tetapi juga menyingkap betapa dominannya peran sentimen dan perilaku pasar dalam memperdalam tekanan. Dalam konteks ini, psikologi kolektif investor menjadi penggerak utama yang mengubah keresahan menjadi kepanikan, dan ketidakpastian menjadi aksi jual besar-besaran.

Sepanjang triwulan tersebut, sentimen terbukti menjadi penentu utama arah pasar. Persepsi negatif terbentuk dan menyebar jauh lebih cepat dibandingkan validasi data. Investor tidak menunggu konfirmasi. Mereka merespons narasi. Ketika muncul berita mengenai deflasi, depresiasi rupiah, atau kebijakan ekonomi yang dinilai tidak kredibel, pasar segera menyimpulkan bahwa risiko meningkat, meskipun penyebabnya belum sepenuhnya jelas. Dalam lingkungan yang sarat ketidakpastian, persepsi sering kali lebih berpengaruh daripada fakta. Investor tidak menanti laporan PDB atau musim rilis kinerja; mereka bereaksi terhadap tajuk utama, rumor, dan perubahan nada dari otoritas.

Arus keluar dana asing menjadi bukti konkret dari krisis kepercayaan tersebut. Sepanjang kuartal I, investor asing mencatatkan penjualan bersih sekitar Rp33,18 triliun, terutama di saham-saham perbankan berkapitalisasi besar. Alih-alih keluar sepenuhnya dari pasar Indonesia, sebagian dana beralih ke Surat Berharga Negara (SBN) dan instrumen moneter Bank Indonesia seperti SRBI yang dianggap lebih stabil. Penurunan peringkat saham Indonesia oleh Morgan Stanley dari equal-weight menjadi underweight, dan oleh Goldman Sachs dari overweight ke market weight, memperkuat tekanan jual. Rekomendasi eksplisit agar investor mengalihkan dana ke pasar ASEAN lain menciptakan efek psikologis berantai. Investor yang sebelumnya ragu mulai ikut keluar, sementara partisipasi domestik belum cukup kuat untuk menahan laju arus keluar tersebut.

Puncak kepanikan terjadi pada 18 Maret 2025 ketika IHSG jatuh lebih dari enam persen dan nyaris menembus level 6.000. Saham unggulan seperti DCII terkena auto-reject bawah, dan Bursa Efek Indonesia menghentikan perdagangan selama 30 menit melalui trading halt. Ini adalah intervensi pertama sejak masa awal pandemi. Meskipun IHSG sempat pulih 0,98 persen ke level 6.284 pada hari berikutnya (19 Maret), pemulihan ini bersifat teknikal dan tidak didukung oleh perbaikan fundamental.

Tekanan pasar juga diperkuat oleh aksi ambil untung pascareli akhir 2023 dan respons negatif terhadap rilis data ekonomi. Pada 6 Februari, misalnya, IHSG terkoreksi 2,12 persen ke level 6.875 setelah rilis PDB 2024 yang mengecewakan. Di hari yang sama, investor asing mencatatkan penjualan bersih senilai Rp490 miliar, memperlihatkan reaksi tajam terhadap sinyal pelemahan ekonomi domestik.

Investor domestik memang berupaya menyerap tekanan, tetapi dominasi asing di saham-saham unggulan membuat ruang stabilisasi menjadi terbatas. Aksi beli selektif oleh dana pensiun, institusi lokal, dan investor ritel tercatat, namun belum cukup untuk mengimbangi tekanan jual dari luar. Beberapa sinyal dukungan dari otoritas, termasuk wacana pelonggaran suku bunga oleh Bank Indonesia, mulai meredakan kekhawatiran pasar. Meski demikian, sentimen secara umum masih tetap berhati-hati.

Dari sisi valuasi, IHSG kini berada pada posisi yang lebih murah dibandingkan indeks saham regional. Rasio price-to-earnings yang turun membuka ruang pemulihan, tetapi investor belum melihat cukup alasan untuk kembali masuk. Tanpa kepastian makroekonomi dan stabilitas politik yang lebih jelas, pemulihan berkelanjutan sulit terjadi. Di tengah dominasi sentimen, pasar masih menunggu arah kebijakan yang tegas sebelum membentuk tren naik yang baru.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun