Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... Guru - ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Namaku Divani

2 Mei 2024   05:50 Diperbarui: 6 Mei 2024   18:53 1313
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi 'Namaku Divani'. Sumber gambar bec.natura.com

Perasaan untuk membalas dendam pada kematian Fadil, anaknya dan Gendhis, istrinya, membuat darah Panji mendidih dan segera mengumpulkan saraf keberaniannya untuk menghadapi makhluk apa sebenarnya yang akan dia lawan.

Belum juga Panji sempat bergerak, tiba-tiba, dari arah belakang, ada perasaan perih saat ada benda dingin yang menembus pinggang ke perut depannya. Panji pun refleks meloncat keluar dari semak belukar dan tergeletak dengan rasa sakit yang tidak bisa membuatnya bergerak.

Betapa kagetnya Panji, saat tahu bahwa Divani ternyata sudah mampu berdiri bangun sambil memegang sebatang rotan besar yang berujung runcing dan berlumuran darah. Sedangkan tangan kirinya memegang pisau kecil yang cukup tajam entah darimana asalnya.

"Kena...paa....,kammmu..u..u tega berbuat seperti ini, Divani!!??", ucap Panji dengan nada heran. Kalimatnya terbata dan nafas tersengal karena perut serta mulutnya mengeluarkan darah saat dia berbicara sambil mengamati lobang luka lebar di perutnya yang menyemburkan darah berwarna hitam.

Tanpa ragu dengan wajah cantik tapi dingin, Divani berjalan menghampiri Panji dan langsung mengambil sekantong berlian di bajunya.

Kemudian, anehnya, Divani membuka kantong kain itu dan membuang semua butiran intan itu ke tengah sungai. Setelah itu berbalik dan menatap Panji lagi yang masih terlentang di tanah.


"Namaku Divani, Akulah penunggu tambang yang sering diceritakan banyak orang. Sudah ratusan orang yang aku bunuh di hutan ini!".

Meskipun pandangan matanya mulai samar akibat kehilangan banyak darah, Panji pun bertanya karena penasaran ,"Kenapa kamu bunuh mereka orang yang baik kepadamu?!" .

"Mereka semua adalah orang-orang luar yang jahat dan datang untuk merusak hutanku. Ini adalah rumah dan lahanku. Lihatlah! Semua tanah, air dan alam yang dulunya indah, sekarang hilang hanya gara-gara batu kecil berkilau yang kamu cari di hutan ini!", jawab Divani setengah bernada geram.

Panji sudah tidak mampu lagi bicara. Nafasnya semakin berat, penglihatannya perlahan kabur, namun telinganya masih mampu mendengar derap kaki beberapa orang lain yang semakin mendekat.

"Kawan-kawan!, ada tiga korban yang tewas! Itu ada dua orang di tengah sungai. Satu laki-laki dan satunya perempuan. Mereka semua sudah tewas!"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun