Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... Guru - ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Namaku Divani

2 Mei 2024   05:50 Diperbarui: 6 Mei 2024   18:53 1314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi 'Namaku Divani'. Sumber gambar bec.natura.com

Di sebelahnya, Divani dengan bajunya yang berlumuran darah, duduk dengan gemetar. Wajahnya mendadak terlihat pucat yang diduga trauma kejadiannya dulu telah membuatnya seperti itu.

Panji yang melihat pemandangan itu, emosinya pun menjadi meluap. Dia tanpa berpikir panjang, sambil membawa parang  (Arit, Pisau atau Parang yang tajam)  segera meloncat dan membabat habis semak rimbun di pinggir sungai.

"Ayooo keluar jika berani! Hadapi aku!!" teriak Panji dengan histeris tanpa tahu musuhnya seperti apa yang akan dihadapinya.

"Tolooong Ayaaaaaaahhhhh!, Jangaaaaannnn!", Tiba-tiba Panji mendengar teriakan Divani yang terhenti. Dia pun segera berlari kembali ke Gendhis istrinya yang masih di tengah sungai dangkal itu.

Sungguh pemandangan yang mengerikan ada di depannya. Gendhis, istri yang dicintainya terlihat meregang nyawa dengan memegang lehernya yang terlihat tersayat benda tajam dan mengucurkan darah segar.

Sedangkan Divani yang terlihat penuh darah di rambutnya sedang terlentang dalam posisi seperti orang mati, apakah dalam keadaan setengah sadar atau pingsan di air sungai yang dangkal tersebut. Panji tidak bisa memastikannya karena pikirannya sangat kalut.


Dalam perasaan kebingungan, ketakutan dan kemarahannya, Panji menjadi tidak tahu harus berbuat apa. Anak dan istrinya tewas tanpa mengetahui bagaimana kejadiannya. Dia terduduk lemas melihat orang-orang yang disayanginya bergelimpangan tewas menyedihkan.


Tiba-tiba, dari kejauhan terdengar seperti ada derap langkah kaki beberapa orang atau hewan yang menuju ke arahnya. Panji tidak yakin makhluk apa yang akan mendekat.

Dengan cepat, dia pun segera menggendong Divani yang masih pingsan dan membawanya lari untuk bersembunyi di semak belukar di balik Pohon Ulin yang menjulang tinggi besar di pinggir sungai.

Panji segera waspada dan menyiapkan parang besarnya yang tajam untuk menunggu bahaya apa yang menuju ke arahnya. Mata tajamnya menangkap beberapa semak bergoyang di kejauhan.

Baca Juga  :  Pak Kadirin dan Malam Lebaran

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun