Mohon tunggu...
Eko Adri Wahyudiono
Eko Adri Wahyudiono Mohon Tunggu... Guru - ASN Kemendikbud Ristek

Mengajar dan mendidik semua anak bangsa. Hobi : Traveling, tenis, renang, gitar, bersepeda, nonton film, baca semua genre buku, menulis artikel dan novel.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Namaku Divani

2 Mei 2024   05:50 Diperbarui: 6 Mei 2024   18:53 1314
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi 'Namaku Divani'. Sumber gambar bec.natura.com

Anehnya, sampai sekarang banyak penambang yang belum pernah bertemu dengan makhluk tersebut atau bahkan melihatnya secara langsung. Akan tetapi, setiap malam atau pagi harinya, banyak keluarga yang ditemukan sudah tewas dengan luka terkoyak pada tubuh mereka.

Hal itu dialami dan diketahui oleh Panji serta keluarganya saat pertama kali datang ke daerah pertambangan intan liar dengan menyusuri jalan setapak di pinggir sungai di tengah hutan rimba itu.

Panji melihat sebuah tenda kumuh dan beberapa peralatan memasak serta pakaian lusuh berlumpur yang masih terjemur di tali rotan di dekat tenda.

Hal yang lumrah bagi keluarga para penambang untuk tidur di tenda karena harus berpindah tempat untuk mendulang intan yang saat ini menjadi satu-satunya harapan untuk mendapatkan uang besar dari penjualan batu intan yang ditemukan dan dikumpulkan untuk dijual ke kota besar.

Saat melongok ke dalam tenda, betapa terkejutnya Panji dan keluarganya melihat pemandangan tiga orang penambang yang tewas mengenaskan.

Dugaan Panji, mereka satu keluarga. Lelaki yang tua dipastikan sebagai kepala keluarga, dan yang perempuan pasti istrinya. Satu lagi yang remaja pasti anak atau adik laki-lakinya.


"Masssss!, cepat lihat ke sini!!", teriak istrinya, Gendhis sambil menggerakkan jarinya menunjuk sesosok gadis berkulit kuning langsat yang terlihat masih bernapas meskipun bajunya berlumuran darah di sebelah perempuan paruh baya yang diketahui juga sudah tewas tersebut.

Dibantu Fadil, Panji memeriksa gadis tersebut dan memberinya minuman serta makanan. Dengan wajah pucat ketakutan dan bibir serta tangannya terlihat gemetar, gadis itu segera melahap makanan yang diberikan tanpa berkata apapun.

Setelah tenang, Panji mencoba untuk mengorek keterangan sebenarnya ada kejadian apa yang menimpa mereka. Apakah ada yang membunuh mereka? Para perampok yang menjarah hasil tambang intan yang mereka peroleh atau apakah ada hewan buas yang menyerangnya?

Akan tetapi, sekali lagi, gadis itu hanya diam tanpa ekspresi dan tidak mau menjawab apa-apa.

"Mas, anak perempuan ini sedang trauma dan ketakutan karena keluarganya sudah terbunuh semua! Sudahlah!, jangan ditanya apa-apa dan biarkan sampai dia tenang!", Gendhis mencoba untuk menenangkan pikiran dan rasa penasaran Panji, suaminya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun