Mohon tunggu...
Early Nimah Hayati
Early Nimah Hayati Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa S1 Pendidikan Ekonomi

Kediri, Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas Pilihan

Transformasi Seleksi Masuk PTN 2023, sebagai "Jembatan" Program Merdeka Belajar?

16 Oktober 2022   19:24 Diperbarui: 16 Oktober 2022   19:57 470
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar: republika.co.id

Baru-baru ini publik dikejutkan dengan pernyataan Menteri Nadiem Makarim melalui kanal YouTube resmi KEMENDIKBUD RI pada tayangan "Merdeka Belajar Episode 22: Transformasi Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri" pada tanggal 7 September 2022 lalu. 

Pada tayangan live streaming tersebut Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nadiem Makarim ini mengumumkan adanya transformasi seleksi masuk perguruan tinggi. Hal yang menjadi banyak sorotan yaitu kebijakan penghapusan TKA (Tes Kemampuan Akademik) dalam Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi (SBMPTN).

TKA sendiri merupakan serangkaian tes yang bertujuan mengukur pengetahuan dan pemahaman siswa pada bidang keilmuan yang telah diajarkan di sekolah. Pada TKA Soshum terdiri dari mata pelajaran ekonomi, sosiologi, geografi, dan sejarah, sedangkan pada TKA Saintek terdiri dari mata pelajaran matematika, fisika, kimia, dan biologi. 

Berita ini sempat menjadi trending topic di Twitter, banyak siswa mencuitkan protes dan cukup menyayangkan penghapusan TKA dalam SBMPTN, beberapa siswa menilai TKA merupakan komponen penting dalam SBMPTN dan tidak seharusnya dihapus begitu saja. Namun tidak sedikit juga siswa yang pro dengan keputusan Nadiem karena dinilai hal ini justru mempermudah dan mengurangi beban siswa dalam SBMPTN. 

Penghapusan TKA ini menuai pro dan kontra terutama bagi kalangan pelajar. Diantara mereka ada yang setuju dengan keputusan tersebut, karena dinilai cukup mengurangi beban mereka dalam belajar dan menghafal materi. 

Namun, disisi lain para beberapa siswa merasa keputusan tersebut kurang tepat karena mereka menilai TKA ini cukup penting dan harus tetap diujikan dalam SBMPTN. Penghapusan TKA juga mengharuskan siswa untuk mengatur ulang strategi belajar mereka agar tetap mendapatkan nilai maksimal dalam SBMPTN.

Keputusan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi ini bukanlah tanpa alasan. Sebelumnya Kemendikbud Ristek telah membuat beberapa kebijakan di satuan pendidikan dasar dan menengah, seperti kebijakan mekanisme Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), Asesmen Nasional, Rapor Pendidikan dan Kurikulum Merdeka. 

Kurikulum Merdeka merupakan sebuah upaya Kemendikbud Ristek dalam mengejar ketertinggalan pendidikan Indonesia. Ditambah juga dengan kondisi krisis yang melanda seluruh dunia pasca Pandemi Covid-19 yang berdampak pada hampir seluruh aspek kehidupan, termasuk pada bidang pendidikan di Indonesia. 

Kurang lebih 2 tahun lamanya para peserta didik mengikuti pembelajaran jarak jauh, hal ini juga menyebabkan dampak psikologis seperti stress, hilangnya motivasi belajar, hingga menurunnya kualitas pembelajaran di sekolah. 

Esensi dari kurikulum merdeka adalah pendidikan yang berlandaskan pada esensi belajar. Pada kurikulum merdeka, peserta didik tidak hanya dibentuk untuk menjadi pribadi yang cerdas, namun juga menjadi pribadi yang memiliki karakter sesuai dengan nilai-nilai pancasila. 

Nantinya, dengan kurikulum merdeka peserta didik akan memperoleh pembelajaran yang lebih interaktif dan relevan dengan model-model ataupun kegiatan berbasis proyek. Dengan program ini, diharapkan peserta didik dapat mengembangkan bakat dan minatnya serta memperoleh keterampilan/skill yang berguna nantinya saat mereka telah lulus. 

Selain kebijakan pada pada satuan pendidikan dasar hingga menengah, Kemendikbud Ristek juga membuat inovasi baru pada pendidikan tinggi melalui kebijakan KIP Kuliah, pelibatan praktisi dalam pembelajaran, mekanisme pendanaan PTN, hingga program MBKM. Merdeka Belajar Kampus Merdeka (MBKM) merupakan program dimana mahasiswa diberikan kesempatan untuk belajar diluar program studinya dan/ diluar kampus, baik dapat berupa kegiatan magang di industri, pertukaran mahasiswa dalam negeri maupun luar negeri, mengajar di sekolah, pengembangan kewirausahaan, membangun desa, proyek kemanusiaan, dan program lainnya. 

Kebijakan ini bertujuan untuk memberikan pengalaman kontekstual lapangan kepada mahasiswa yang nantinya diharapkan dapat meningkatkan keterampilan, mengimplementasikan ilmu yang telah diperoleh di bangku kuliah pada kondisi riil di lapangan, mengasah kreativitas dan inovasi yang berguna untuk terjun di masyarakat ataupun di dunia kerja.

Untuk itu, Kemendikbud Ristek berupaya untuk menyelaraskan antara proses pembelajaran di pendidikan menengah dan kualitas input perguruan tinggi dengan melakukan transformasi sistem seleksi masuk perguruan tinggi agar terjadi keselarasan antara dua kebijakan tersebut. Selain itu, Kemendikbud Ristek menilai adanya materi TKA ini menyebabkan beban berlebih pada peserta didik, sebab terlalu banyak materi yang diujikan. 

Selain itu peserta didik pun akan lebih cenderung mengejar materi pada mata pelajaran tertentu yang diujikan dalam SBMPTN dan menomorduakan mata pelajaran lain yang tidak diujikan. 

Padahal pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang menyeluruh, mendalam, dan dapat meningkatkan kemampuan pemahaman serta penalaran peserta didik. 

Penting bagi peserta didik untuk memahami mata pelajaran secara menyeluruh dan mendalam, sebab para era saat ini pentingnya kolaborasi dari berbagai rumpun ilmu untuk menunjang keterampilan di dunia kerja.

Selain itu, adanya materi TKA menyebabkan beban financial para orang tua bertambah, karena tidak sedikit dari peserta didik yang daftar dalam lembaga bimbingan belajar di luar sekolah formal agar dapat mendapatkan hasil SBMPTN yang baik dan lolos di perguruan negeri impian. Hal ini sangat diskriminatif terhadap peserta didik dari keluarga yang kurang mampu mengikuti berbagai macam bimbingan belajar yang mahal. 

Dengan dihapusnya TKA pada SBMPTN, dan hanya adanya Tes Skolastik yang digunakan untuk mengukur kemampuan bernalar dan problem solving peserta didik seperti potensi kognitif, penalaran matematika, literasi dalam bahasa Indonesia, dan literasi dalam bahasa Inggris diharapkan peserta didik tidak lagi menitikberatkan pada penghafalan materi namun lebih mengedepankan pemahaman dan penalaran sehingga terjadi keselarasan antara dua kebijakan tersebut serta dapat mencapai tujuan pendidikan secara utuh.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun