Naik KRL di jam sibuk itu seperti memasuki dunia lain. Begitu pintu terbuka, arus manusia menyerbu masuk dan seolah-olah ruang gerbong menyusut drastis.
Tubuh-tubuh saling menempel, bergerak sedikit pun terasa mustahil. Bahkan tanpa pegangan pun kita tak akan jatuh, sebab sudah terhimpit rapat oleh orang lain.
Di tengah desakan formasi sarden itulah, aku menyadari bahwa transportasi umum bukan hanya soal perjalanan dari satu stasiun ke stasiun berikutnya.
Ia adalah ruang pertemuan banyak cerita, tempat di mana kebaikan dan kebahagiaan bisa hadir dalam wujud yang tak terduga.
Satu Suara Lantang, Orang pun Bergeser
Suatu sore, dua stasiun menjelang tujuan, aku berusaha bergeser ke sisi kiri karena pintu yang akan terbuka ada di sana. Aku mencoba bergerak sambil mengucapkan "permisi" berulang kali, tetapi tubuhku nyaris tak bergeser sejengkal pun.
Rasa cemas mulai muncul: bagaimana jika nanti aku terlewat stasiun? Lalu mataku bertemu dengan seorang anak muda tak jauh dari posisiku.
Spontan aku mencoleknya dan berkata lirih, "Kak, Ibu mau turun dari pintu itu."
Tak kusangka, anak muda itu begitu sigap. Dengan suara lantang, ia mengomando penumpang di sekitarku agar memberi jalan. Ajaibnya, orang-orang pun mulai bergeser, meski dengan gerakan terbatas.
Perlahan aku pun bisa bergerak, langkah demi langkah. Setiap kali berhasil bergerak maju, aku mengucapkan terima kasih.
Saat akhirnya sampai di depan pintu, aku menoleh ke arah anak muda itu. Ia tersenyum lebar sambil mengacungkan jempol. Rasanya lega sekaligus haru. Dalam hati aku berdoa, "Terima kasih, Nak. Semoga sejahtera selalu hidupmu."
Satu suara lantang darinya membuat segalanya jadi lebih mudah. Kadang kita hanya butuh seseorang yang berani memulai.