5. TAP terkait pemberian otonomi daerah / tata pemerintahan dasar (mis. beberapa ketetapan pada daftar TAP yang menegaskan peran DPR/otonomi daerah)
Ringkas: Ketetapan yang menganjurkan otonomi daerah dan peran DPR.
Kenapa dipertahankan: Otonomi daerah kuat membantu pemerataan pembangunan; tetap relevan untuk agenda marhaen. Namun harus selaras dengan UU Otonomi Daerah modern.Â
6. TAP-TAP administratif / simbolik yang tidak menimbulkan pembatasan HAM (mis. pengangkatan pahlawan, perubahan gelar formal yang bersifat administratif)
Alasan: bersifat historis/simbolik; tidak membahayakan kebebasan sipil. (Contoh: TAP No. XXIX tentang Pengangkatan Pahlawan Ampera, TAP No. XXXI soal penggantian sebutan).Â
---
B. TAP yang Direkomendasikan Ditinjau Ulang Secara Mendalam / Dicabut (prioritas tinggi)
> Rationale umum: Ketetapan-ketetapan berikut mengandung larangan ideologis absolut, penguatan figur tunggal, ketentuan pembatasan ruang sipil, atau norma yang memblokir rekonsiliasi & kebebasan akademik. Untuk demokrasi sehat, ketentuan semacam ini harus direformasi --- bukan sekadar diabaikan secara praktik.
1. TAP No. XXV/MPRS/1966 --- Pembubaran Partai Komunis Indonesia; Pernyataan Organisasi Terlarang & Larangan Menyebarkan/ Mengembangkan Paham Komunis/Marxisme-Leninisme
Ringkas: Pembubaran PKI dan larangan setiap kegiatan untuk menyebarkan/pengembangan paham komunis/Marxisme-Leninisme.
Rekomendasi: Ditinjau ulang dan direformulasi --- bukan otomatis dicabut tanpa kajian; tetap larang tindakan kekerasan/konspirasi yang melanggar hukum, tetapi hapus/ubah formulasi yang mengkriminalkan pemikiran/penelitian akademik murni. Larangan ideologis absolut memberi ruang penyalahgunaan politik (labelisasi), menghalangi penelitian sejarah & rekonsiliasi. Perlu dicatat: MPR beberapa kali menegaskan keberlakuan TAP ini, sehingga peninjauan harus melalui mekanisme formal.Â