Mohon tunggu...
dimas muhammad erlangga
dimas muhammad erlangga Mohon Tunggu... Aktivis GmnI

Baca Buku Dan Jalan Jalan Live In

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Saatnya Membedah Ulang Tap MPRS 1966: Mana Amanat Rakyat, Mana Sisa Kepentingan Kekuasaan

15 Oktober 2025   06:42 Diperbarui: 15 Oktober 2025   09:17 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pendahuluan ---

Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara (Tap MPRS) keluaran 1966 lahir dalam konteks politik yang keras, setelah peristiwa 1965 dan transisi kekuasaan yang dramatis. Banyak ketetapan itu mengubah wajah negara --- ada yang menata kembali lembaga, ada yang mempidanakan paham, ada yang memberi legitimasi bagi struktur kekuasaan baru. Namun konteks politik, sosial, dan ekonomi Indonesia hari ini jauh berbeda: demokrasi pemilu langsung, pluralisme warga, pasar global, serta tantangan kesejahteraan rakyat yang khas abad ke-21. Oleh karena itu wajar --- bahkan wajib --- menimbang ulang: mana ketetapan yang masih relevan sebagai penopang stabilitas dan keadilan, dan mana yang sedang membatasi demokrasi, ruang sipil, dan pembangunan sosial-ekonomi.

Pada tulis ini saya akan menggabungkan data sosial-ekonomi terkini, gambaran politik sekarang, analisa normatif atas Tap-Tap kunci 1966, dan sebuah bab opini khusus: bagaimana sikap Marhaenis dan rakyat marhaen seharusnya menempatkan diri terhadap warisan itu ---

---

Gambaran Singkat Kondisi Sosial-ekonomi dan Politik Indonesia Saat Ini (Fakta Terkini)

1. Pertumbuhan ekonomi: Indonesia tumbuh secara moderat dalam beberapa tahun terakhir; laporan BPS menunjukkan pertumbuhan GDP triwulan dan angka resmi Q1--2025 yang mencerminkan dinamika pemulihan dan tantangan permintaan domestik. Pertumbuhan 2024 berada di kisaran 5% dan proyeksi variatif untuk 2025, sementara pemerintah menargetkan akselerasi melalui instrumen fiskal. 

2. Kemiskinan dan ketimpangan: Angka kemiskinan resmi BPS September 2024 tercatat di kisaran 8--9 persen (sekitar 24 juta orang) dan ada perbedaan metodologi dengan estimasi internasional; World Bank juga memperbarui garis kemiskinan internasional sehingga interpretasi statistik memerlukan kehati-hatian. Indikator Gini menunjukkan ketimpangan yang belum sepenuhnya turun. Data ini menandakan bahwa persoalan kesejahteraan tetap nyata dan struktural. 

3. Ketenagakerjaan dan inflasi: Tingkat pengangguran terbuka pada 2025 bergerak di kisaran 4--5 persen; upah riil dan kualitas kerja masih menjadi pekerjaan rumah besar. Inflasi relatif terkendali di rentang target BI namun terdapat fluktuasi yang dipengaruhi kebijakan subsidi dan diskon tarif listrik. 

4. Situasi politik: Pemerintahan baru (periode 2024-- ) melakukan reshuffle kabinet dan kebijakan ekonomi pro-pertumbuhan yang agresif, termasuk injeksi likuiditas ke bank-bank negara dan program subsidi/insentif untuk meningkatkan permintaan dan investasi---langkah yang mendapat sorotan karena menekan buffer fiskal. Kondisi ini berarti tekanan politik untuk hasil ekonomi cepat tinggi, sementara ruang kritik dan kontrol demokratis harus tetap dijaga. 

---

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun