Mohon tunggu...
Didik Sedyadi
Didik Sedyadi Mohon Tunggu... Administrasi - Suka berdiskusi tentang matematika bersama anak-anak SMAN 1 Majalengka. Hobby menulis. Tinggal di Majalengka Jawa Barat

Suka berdiskusi tentang matematika bersama anak-anak SMAN 1 Majalengka. Hobby menulis. Tinggal di Majalengka Jawa Barat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Cerpen (Panjang): Yang Bersemi dari Jamarat

23 Oktober 2017   20:24 Diperbarui: 25 November 2017   17:53 14064
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Nggak ada maksud. Ayolah Bi ...."

Keduanya  memasuki lift dari lantai 14 hotel. Sampai di lantai dasar telah banyak  calon jamaah haji yang hendak menuju masjidil Harom. Kedatangan bus  sholawat kode 11 yang selalu dinanti . Waktu 24 jam adalah kewajiban  armada hijau sebagai fasilitas jamaah dari Indonesia. Mengantar pulang  pergi mereka ayang akan menuju masjidil Harom dari setiap hotel tempat  menginap jamaah dari seluruh Indonesia.

Hanya sekitar tujuh  menit bus telah sampai di terminal depan masjidil Harom. Keduanya  bergandengan tangan untuk menghindari terpisah di antara ribuan jamaah.  Ketika pintu utama King Abdul Aziz Gate tampak, keduanya beradu pandang  untuk saling mengingatkan.

foto dok. pribadi
foto dok. pribadi
"Allaumma anta -- assalaam wa minka -- assalaam......"

Keduanya  berdoa dengan agak keras ketika memasuki pintu masjidil Harom. Berdoa  untuk mengucap selamat serta memohon keberkahan akan dibukanya  pintu-pintu barokah.

"Bi ..... sebentar.... " Wiwin menghentikan langkahnya ketika usai mencopot sandal capitnya.

"Ada apa Neng?"

"Tiba-tiba jantung saya berdebar teu puguh-puguh."

"Ssssst....  Nggak boleh ngomong begitu, semua yang ada di sini adalah puguh, baik  yang nyata maupun yang ghaib. Percayalah itu. Sudah, lupakan saja,  mudah-mudahan itu pertanda berkah ..."

Gadis itu berhenti sejenak,  memejamkan mata. Nafas dihelanya dalam seraya membaca istighfar untuk  menetralkan perasaan yang tiba-tiba terasa beda. Beberapa saat kemudian  keduanya telah berada di antara ribuan orang yang thowaf. Wiwin dan  bibinya mengambil thowaf sebagai pengganti shalat tahiyyatul masjid.

Berbaur  di antara ribuan jamaah dari berbagai penjuru dunia, gadis itu  merasakan kecil nyalinya. Artinya, ia merasakan betapa suasana thowaf  dengan berbagai ras manusia lebih ia rasakan sebagai sebuah miniatur  padang masyar. Ia merasa sangat kecil tak berarti apa-apa. Namun, tentu  saja miniatur yang dipenuhi oleh orang-orang yang beriman. Tak terasa,  di putaran thowaf yang kelima, matanya terasa panas. Air matanya  mengembang, bahkan semakin deras. Biasanya ia refleks mengelap air mata  dengan sapu tangan, jika tidak biasanya ujung syal ciri kloter yang  terpaksa digunakan.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun