Tak Dianggap
Lugunya aku,
berdiri di antara bayangan sendiri,
menyapa sepi yang tak pernah menjawab,
memeluk harap yang semakin rapuh.
Memang siapa aku?
Aku bukan siapa-siapa,
hanya suara lirih yang ditelan angin,
hanya noktah kecil di jagatnya yang luas.
Lantas mengapa aku kecewa?
Mengapa aku masih menuntut bahagia,
sedang hadirku tak lebih dari ilusi,
tertiup angin, luruh bersama sunyi?
Aku hanyalah angin lalu,
menyusup celah tanpa disadari,
menyentuhnya tanpa pernah dipahami,
dan pergi tanpa pernah dirindukan.
Untuk apa aku memaksa selalu ada,
jika kehadiranku hanya sebatas fatamorgana?
Untuk apa berharap menjadi nyata,
jika dalam dunianya aku hanyalah fana?
Lugunya aku,
yang terus berharap diutamakan olehnya,
menunggu tatapan yang tak pernah ditujukan padaku,
menyimpan rindu untuk dia yang tak mengenalku.
Dia, yang tak pernah menganggapku ada,
yang memandangku seperti udara,
yang dengan ringannya berkata: