Mohon tunggu...
dewi sulis
dewi sulis Mohon Tunggu... guru

Saya adalah seorang guru. Menulis adalah salah satu cara mengekspresikan suasana hati yang tak sempat diucapkan.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

The Real Kinanti

17 Juli 2025   20:42 Diperbarui: 17 Juli 2025   20:42 94
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Iya! Temennya ular sendhok itu, yang kepalanya bisa mekar. Masak Mas Raka nggak tau? Katanya udah sekolah sepuluh!"
Tangannya menangkup di atas kepala, menirukan bentuk kobra. Serius banget, kayak presenter National Geographic versi Klaten.

Aku nyaris nyembur air minum ke lantai.
"Hadeh... bocil-bocil! Itu namanya ular kobra, Kin!"

Kinan cemberut. "Tapi Cici bilangnya ular jam."

"Iya, iya... temennya ular sendhok ya. Besok main sekalian ke TPU Jatirejo, di sana banyak ular. Bisa sekalian temenan ama ular gelas, ular piring, ular sendok, bahkan ular kasur. Capek? Bobok di situ juga bisa."

"Beneran, Mas?"
"Beneran dong. Kamu bisa jadi Ratu Ular. Mahkotanya dari cangkang bekicot!"

Belum sempat dia membalas, suara melengking dari dapur terdengar.
"Rakaaa! Jangan ngajari yang aneh-aneh ke anak orang!"

"Eh, itu Mami. Bye, bocil bolang!"
Aku langsung kabur ke kamar sambil ngakak puas.

Tapi hari paling kuingat adalah hari saat Hot Wheels limited edition milikku raib. Aku baru pulang dari rumah Nando, lelah setelah tanding futsal. Begitu masuk kamar, mainan kesayanganku hilang. Aku ngamuk total. Semua barang kuacak-acak. Bibi Erna sampai pucat melihat aku marah---padahal biasanya aku kalem.

Hot Wheels itu bukan sekadar mainan. Aku dapatkannya setelah menang tanding bela diri melawan The Secreet, atlet petarung lokal yang brutal. Aku menang, tapi harus dijahit di pelipis dan bibir. Jadi ya, itu bukan mobil biasa. Itu trofi hidup.

Di tengah kekacauan, muncullah Kinan. Bocah kecil berambut kuncir kuda, wajahnya belepotan lumpur, datang dari arah kebon sambil menyodorkan sesuatu yang dibungkus tanah sawah.

"Mas Raka jangan nangis ya, Mas Raka kan anak baik."
Aku yang sedang emosi, tambah kesal. Tapi dia lanjut, polos sekali:
"Mas Raka, tadi mobilnya udah baik banget. Udah nyelametin putri raja yang jatuh ke sungai. Nih, sekarang mobilnya mau pulang ke garasi Mas Raka."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun