"Galih mau belajar adzan?" tanya Bi Endah.
Galih mengangguk
"Galih sekalian saja belajar mengaji di masjid bersama teman-teman yang lain. Malam nanti, Galih minta izin kepada Ayah dan Ibu, ya,"
Matahari yang mulai menghilang, gelap sudah menghitam, malam pun tiba. Waktu yang sudah menunjukkan pukul 9, mata Galih yang sudah terkantuk-kantuk, namun Pak Bekti dan Bu Yuniar masih belum tiba di rumah juga.
"Loh, Bi, kok Galih tidur di sofa?" tanya Bu Yuniar saat masuk ke kamar Galih.
"Begini, Bu. Galih menunggu Ayah dan Ibunya karena ingin meminta izin untuk mengaji ke masjid setiap sore," Bi Endah menjelaskan.
"Jangan dikasih, Bi. Biar besok Ibunya yang mencari guru mengaji yang bisa dating ke rumah," sahut Ayah Bekti.
Perbincangan antara Ibu Yuniar, Ayah Bekti, dan Bi Endah ternyata didengar oleh Galih. Dengan tidak sengaja Galih terbangun dan mendengarkan pembicaraannya. "Bukan masalah guru mengajinya, tetapi aku ingin mengaji bersama teman-teman yang lain," batin Galih. Bi Endah memindahkan Galih ke tempat tidur. Sementara Ayah dan Ibu Galih langsung masuk kembali ke kamar tidurnya. Entah mengapa air mata menetes ke bantal. Galih menangis tanpa suara. Ia tidak akan bisa mewujudkan keinginannya.
"Bi, mengapa Ayah dan Ibu tidak mengizinkanku ke luar rumah?"
"Loh, Galih bangun?"
"Bi, apa aku salah jika aku ingin mengaji bersama teman-teman yang lain?"