"Hushhh kamu jangan bilang siapa-siapa ya, kalau akau bisa bicara. Aku akan membantumu apapun yang kamu mau. Aku kan temanmu," kata si Lappy.
"Kamu bisa mengajarkanku mengaji?"
"Mmmm bisa,"
Mentari muncul tak menyisakan purnamanya. Terang benderang telah dirasakan dunia. Hari Sabtu yang menggebu. Galih masih tertidur pulas. Bi Endah merasa heran dengan sikap Galih yang belum bangun, sementara waktu sudah menunjukkan pukul tujuh.
"Galih, bangun,"
"Iya, Bi. Wah sudah siang nih?"
"Galih, Ayah dan Ibu sudah berangkat ke luar kota. Katanya besok siang baru pulang," ucap Bi Endah.
"Galih, Galih," teriak teman-teman Galih di depan pintu gerbang.
"Bi, boleh Galih turun, sebentar saja. Bi Endah jangan bilang Ayah dan Ibu," ucap Galih dengan memelas.
"Baik," kata Bi Endah sambil tersenyum.
Setelah bertemu dengan teman-temannya meskipun sebentar, Galih mendapat kabar bahwa Ibu dari Wahyu telah meninggal dunia. Teman-teman Galih mengajak ke rumah Wahyu untuk menghibur Wahyu. Setelah mendapat izin secara terpaksa dari Bi Endah, Galih berangkat bersama teman-temannya ke rumah Wahyu. Wahyu begitu tenang dan sedang mengaji di samping jenazah ibunya. Galih mengagumi sikap Wahyu yang sudah lancar mengaji dan mendoakan ibunya. Galih pun menceritakan semuanya kepada Bi Endah.