Yang membuat saya kagum juga sama kelompok ini adalah manajemen dan tata kelola usaha mereka. Paprika ditanam dalam Green House (GH) untuk menjaga kualitas dan kuantitas hasil panen. Saat ini, kelompok ini sudah memiliki 40 GH, angka yang mengesankan, mengingat dulu mereka hanya memiliki sekitar 15–20 GH.
Pemasaran mereka sudah tertata rapi. Mereka bekerja sama dengan pihak swasta sebagai offtaker, sehingga hasil panen langsung terserap pasar.Â
Dalam seminggu, mereka bisa mengirim paprika sebanyak lima kali, dengan jumlah per pengiriman lebih dari 1 kwintal. Bahkan dalam sebulan, mereka rutin mengirim 2 kali masing-masing 8 kwintal ke perusahaan mitra.
Pak H. Dede bukan sekedar ketua kelompok, tetapi juga panutan. Sebagai Penyuluh Pertanian Swadaya, ia menjadi contoh nyata bahwa petani bisa menjadi pemimpin dan penggerak kemajuan di desanya. Tak heran jika ia pernah diberangkatkan ke Jepang untuk belajar pertanian modern.
Mereka sedang memulai usaha peternakan kelinci, baik jenis pedaging maupun hias. Bahkan sebagian kelinci mereka dipasok untuk kebutuhan penelitian.
Mereka bercerita bahwa usaha ini baru dirintis, dan sangat berharap mendapat pendampingan dari pemerintah.Â
Saya melihat ada semangat besar di mata mereka, semangat yang harus terus kita jaga dan dampingi. Jika diberi bimbingan yang tepat, bukan tidak mungkin kelompok pemuda ini bisa menjadi motor penggerak ekonomi desa.Â
Jalur alamnya sangat cocok dijadikan rute edukatif, pengunjung bisa berjalan kaki menyusuri sawah, singgah di green house paprika, melihat peternakan domba Garut, hingga mengenal lebih dekat usaha-usaha pemuda desa.Â
Tidak hanya menjadi tempat belajar pertanian modern, tetapi juga bisa menjadi alternatif wisata keluarga dan edukasi bagi siswa maupun mahasiswa pertanian.