Reformasi tata kelola MBG butuh waktu panjang, dan risiko keracunan tak bisa ditekan hingga nol.Â
Jeda sangat penting bagi pemerintah untuk menemukan hingga mengeksekusi sistem atau format baru yang benar-benar aman.
Niat Baik yang Tergelincir Risiko
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) lahir dari niat baik: memastikan anak-anak sekolah, balita, dan kelompok rentan memperoleh gizi layak setiap hari. Presiden Prabowo menempatkan MBG sebagai salah satu janji politik utamanya.
Pada level wacana, ini merupakan gebrakan besar yang memberi harapan, sekaligus simbol bahwa negara hadir dalam kebutuhan paling dasar rakyatnya: makanan bergizi.
Namun, pelaksanaan di lapangan jauh dari mulus. Sejak awal, implementasi MBG diwarnai dengan skala ambisius. Pemerintah menargetkan puluhan juta penerima dalam waktu singkat.
Infrastruktur logistik, rantai pasok, serta dapur massal didorong bekerja secepat mungkin. Kecepatan yang dimaksudkan untuk menunjukkan keseriusan politik ini justru membuka celah besar dalam keamanan dan pengawasan.Â
Hasilnya, serangkaian insiden keracunan terjadi, dengan ribuan korban dalam kurun waktu singkat.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan mendasar: apakah program yang dimaksudkan untuk melindungi justru berbalik membahayakan?
Jika iya, maka pertimbangan etis harus lebih diutamakan dibanding sekadar capaian kuantitatif.Â