Mohon tunggu...
Christanto Panglaksana
Christanto Panglaksana Mohon Tunggu... Penulis

Warga pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Politik

Manufacturing Chaos: Bahaya Industri Politik terhadap Demokrasi dan Soliditas Masyarakat

1 September 2025   03:06 Diperbarui: 1 September 2025   02:36 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: idn.freepik.com/foto-gratis/

Kekacauan buatan tidak hanya menghantam ranah politik, tetapi juga merembes ke lapisan psikologis dan sosial masyarakat. Ketika publik terus-menerus disuguhi narasi palsu, video lawas yang direkayasa, dan informasi simpang siur, maka kepercayaan sosial terkikis sedikit demi sedikit. Situasi ini memunculkan kondisi yang disebut sebagai spiral of distrust di mana rasa curiga menjadi dominan dalam interaksi sosial.

Dalam kondisi tersebut, masyarakat menjadi mudah terpecah-belah. Setiap isu politik dapat memicu polarisasi ekstrem, bahkan di ruang keluarga atau pertemanan. Hoaks dan disinformasi bekerja dengan cara memicu emosi negatif yang menular lebih cepat daripada informasi yang akurat. 

Akibatnya, publik lebih sering bereaksi ketimbang melakukan refleksi, lebih mudah marah ketimbang berpikir kritis. Inilah yang membuat manufacturing chaos sangat efektif: memanfaatkan kerentanan psikologis manusia berhadapan dengan provokasi emosional.

Dampak sosial yang lebih dalam adalah terbentuknya budaya ketidakpedulian terhadap kebenaran. Ketika masyarakat terlalu sering disuguhi informasi palsu, lama-lama mereka berhenti peduli apakah informasi itu benar atau salah. Yang penting hanyalah apakah informasi tersebut sesuai dengan keyakinan atau emosi mereka atau tidak. Budaya semacam ini sangat berbahaya, karena membuka ruang lebar bagi manipulasi tanpa batas.

Selain itu, manufacturing chaos memperlemah soliditas horisontal. Alih-alih membangun aliansi lintas kelompok untuk memperjuangkan kepentingan bersama, masyarakat justru terjebak dalam konflik kecil yang dipicu oleh isu-isu remeh atau yang sudah dimanipulasi. Energi sosial yang seharusnya diarahkan untuk perubahan positif terbuang dalam perdebatan sia-sia di ruang digital. Dengan kata lain, manufacturing chaos bekerja sebagai mesin pemborosan energi kolektif bangsa.

Jika kondisi ini terus dibiarkan, maka yang lahir adalah masyarakat yang lelah, sinis, dan apatis. Mereka akan merasa bahwa tidak ada gunanya lagi berpartisipasi secara aktif dalam demokrasi, karena semuanya dianggap rekayasa. Ini adalah efek psikologis paling berbahaya: ketika rakyat kehilangan kepercayaan pada kemungkinan perubahan, maka demokrasi hanya akan tinggal kulit tanpa isi.

Menolak Jadi Korban

Pertanyaan pentingnya adalah: Bagaimana masyarakat harus merespons? Menolak menjadi korban manufacturing chaos berarti membangun literasi politik dan literasi digital. Literasi ini tidak sebatas kemampuan membaca dan menulis, melainkan kemampuan memahami dinamika kekuasaan di balik arus informasi. Masyarakat perlu mengembangkan kesadaran kritis untuk mengidentifikasi pola manipulasi, mengenali narasi palsu, dan memverifikasi informasi sebelum mempercayainya.

Organisasi masyarakat sipil memiliki peran penting dalam proses ini. Mereka dapat menjadi perantara antara rakyat dan informasi yang sahih, sekaligus benteng terhadap manipulasi digital. Media independen juga harus memperkuat kapasitas investigasi agar bisa membongkar praktik rekayasa politik secara transparan. Dalam konteks ini, jurnalisme bukan hanya soal menyampaikan berita, tetapi juga soal melindungi demokrasi dari serangan manufacturing chaos.

Selain itu, penting untuk membangun ruang deliberasi alternatif di luar media sosial. Ruang-ruang diskusi tatap muka, forum komunitas, atau inisiatif lokal dapat menjadi wadah untuk memperkuat kohesi sosial. Dengan bertemu secara langsung, masyarakat dapat membangun kembali kepercayaan yang terkikis oleh banjir disinformasi digital. Percakapan nyata menjadi penawar terhadap simulasi palsu yang diproduksi di ruang maya.

Negara sendiri juga tidak bisa tinggal diam. Pemerintah harus berhati-hati agar tidak menyalahgunakan dalih “melawan hoaks” untuk mempersempit kebebasan sipil. Yang dibutuhkan adalah regulasi yang adil, transparan, dan akuntabel, serta komitmen untuk memperkuat ekosistem informasi publik yang sehat. Jika negara ikut bermain dalam industri kekacauan, maka demokrasi akan runtuh dua kali: sekali oleh elite bayangan, sekali lagi oleh rezim resmi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun