Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Implementasi Perpres JKN 59/2024

14 Juli 2025   19:00 Diperbarui: 14 Juli 2025   19:00 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Singkatnya, standar adalah aturan atau ukuran yang ditetapkan untuk mencapai keseragaman, kualitas, dan efisiensi dalam berbagai bidang. Kaca kuncinya adalah aturan atau ukuran yang seragam, berkualitas, dan efisiensi.

Apakah sama maknanya dengan standar minimum? Standar minimum adalah persyaratan terendah yang ditetapkan sebagai acuan untuk memastikan kualitas, keamanan, atau kinerja dalam suatu bidang.

Dalam jaminan kesehatan hak peserta adalah mendapatkan kebutuhan dasar kesehatan. Kebutuhan dasar kesehatan bukan dimaksudkan sebagai kebutuhan minimal tetapi adalah kebutuhan essensial.

Dalam Pasal 1 angka 4a, kebutuhan dasar kesehatan dimaknai kebutuhan essensial menyangkut pelayanan kesehatan perorangan guna pemeliharaan kesehatan, penghilangan gangguan kesehatan, dan penyelamatan nyawa sesuai dengan pola epidemiologi dan siklus hidup.

Kata kunci pelayanan kesehatan dalam schema JKN tidak mengenal pelayanan standar minimum, tetapi pelayanan dasar kesehatan yang dimaknai pelayanan kesehatan sesuai dengan kebutuhan essensial peserta JKN.

Dengan penjelasan diatas, sebaiknya perumusan yang dicantumkan  dalam Pasal 1 ayat 4b Perpres JKN Nomor 59/2024 tentang "kelas rawat inap standar adalah standar minimum pelayanan rawat inap yang diterima oleh Peserta" perlu dikoreksi, karena  mereduksi hak Peserta.

Kita menyoroti  relevansi pelayanan rawat inap kelas standar, dengan lingkup kelas standar yang dielaborasi dalam Pasal 46A. Penetapan kelas standar dengan 12 kriteria pada ayat (1) sudah bagus, tetapi belum spesifik, demikian juga penetapan yang masuk dalam katagori dikecualikan sudah dicantumkan walaupun belum spesifik dalam  implementasinya.

Karena belum spesifik dalam implementatif bentuk dan perapan kriteria rawat inap kelas standar, maka pada ayat (3) ketentuan lebih lanjut bentuk kriteria dan penerapan Kelas Rawat Inap Standar diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan.

Jadi bottleneck  kenapa pada akhir Juni 2025,  penerapan pelayanan rawat inap kelas standar di rumah sakit belum dapat dilaksanakan, factor utamanya adalah tidak selesainya Kemenkes melaksanakan perintah ayat (3) Pasal 46A Perpres JKN 59/2024.

Belum terbitnya Permenkes tentang Bentuk dan Penetapan rawat inap kelas standar di Rumah Sakit, tentu terkait langsung dengan menentukan tariff, dan besaran iuran yang harus menyesuaikan kelas standar. Akibatnya pada 1 Juli 2025 juga belum dapat ditetapkan tariff dan iuran peserta.

Tim yang menyusun Draft Permenkes dimaksud, sudah bekerja keras untuk mengejar tenggat waktu.  Tapi Kemenkes sebagai tim leader penyusunan belum berhasil menerapkan konsep perumusan kesepakatan  dengan pendekatan ICO. Bagaimana semua in put (I)  yang masuk, diformulasikan dengan baik, di convergensikan ( C) dan dijadikan Out put (O) yang clear dan clean.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun