Mohon tunggu...
Chazali H Situmorang
Chazali H Situmorang Mohon Tunggu... Mantan Ketua DJSN 2011-2015.

Mantan Ketua DJSN 2011-2015. Dosen Kebijakan Publik FISIP UNAS; Direktur Social Security Development Institute, Ketua Dewan Pakar Lembaga Anti Fraud Asuransi Indonesia (LAFAI).

Selanjutnya

Tutup

Healthy Pilihan

Implementasi Perpres JKN 59/2024

14 Juli 2025   19:00 Diperbarui: 14 Juli 2025   19:00 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Bagi BPJS Kesehatan juga menimbulkan persoalan tersendiri. Dengan 3 katagori pembayaran iuran sangat sulit untuk mendapatkan nilai keekonomian yang pasti. Rentang yang lebar besaran biaya antara kelas I dan II, dan III, sering tidak sejalan dengan hak pelayanan rawat inap yang mereka dapatkan.

Misalnya hak peserta kelas I, ternyata penuh, ditawarkan ke kelas II, mereka komplain. Apalagi ke kelas III walaupun temporary. Jika tidak mau waiting list. Atau naik kelas dengan menambah ( mandiri) bayaran selisih kelas.

Bagi peserta PBI yang jumlahnya sangat banyak mungkin saat ini sekitar 90 juta  peserta, mendapatkan hak rawat inap kelas III, tidak boleh naik kelas. Padahal ratio jumlah tempat tidur untuk kelas III tidak seimbang dengan peserta kelas III (PBI). Akibatnya jika ada tindakan medis yang memerlukan rawat inap ya maaf harus menunggu (waiting list).

Persoalan-persoalan seperti ini sampai hari ini belum dapat diselesaikan, dan belum ada kebijakan yang solutif. Karena akar persoalan tidak diselesaikan yaitu memastikan rawat inap kelas standar, dan besaran iuran harus single payer sesuai dengan kelas standar.

Harus ada ketegasan bahwa peserta JKN itu hak rawat inapnya kelas standar jika ada segmen masyarakat merasa  tidak "menyenangkan" dengan kelas standar yang minta naik kelas, bayar selisih tariff kelas yang diatasnya secara mandiri atau menggunakan private assurance.

Pemerintah dalam hal ini semua sector terkait Kemenkes, BPJS Kesehatan, Kementerian Keuangan,  DJSN, menyadari persoalan-persoalan yang ditimbulkan dari kebijakan Perpres JKN yang mengabaikan kelas standard an single payer besaran iuran.

Terbitlah Perpres JKN Nomor 59 Tahun 2024, yang mencoba menyelesaikan persoalan secara konprehensif. Isi Kepres JKN itu mencoba menjelaskan "pelayanan dasar kesehatan" yang menjadi hak peserta, apa itu rawat inap kelas standar, dan ruang lingkupnya. Merumuskan manfaat, dan menetapkan besaran tariff dan iuran yang menyesuaikan dengan katagori baru rawat inap kelas standar.

Perpres JKN No.59/2024, pada pasal 1 angka 4b, menyebutkan: "Kelas Rawat Inap Standar adalah standar minimum pelayanan rawat inap yang diterima oleh Peserta."

 Perpres JKN No. 59/2024, sudah bagus dan menjawab apa yang dimaksud dengan kelas standar pada Pasal 1 angka 4b tersebut.  Tetapi perumusan makna kelas standar dimaksud adalah kelas standar minimum menyesatkan dan membingungkan.

Sebab harus dipahami kalau UU sudah menyebutkan kelas standar , rumuskanlah sesuai lingkup kelas standar, tidak boleh diberikan embel-embel lain minimum atau maksimum atau apapun namanya.

Secara umum makna Standar dapat diartikan sebagai spesifikasi teknis atau sesuatu yang dibakukan, termasuk tata cara dan metode, yang disusun berdasarkan konsensus berbagai pihak, dengan mempertimbangkan keselamatan, keamanan, kesehatan, lingkungan hidup, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pengalaman dan perkembangan masa kini.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun