Mohon tunggu...
SedotanBekas
SedotanBekas Mohon Tunggu... Administrasi - ponakannya DonaldTrump

Saya adalah RENKARNASI dari Power Ranger Pink

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ini Buku Kiri

19 November 2019   12:18 Diperbarui: 19 November 2019   12:39 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: 123clipartpng.com

Sebagai orang yang katanya setara dengan Pram, tentu berita razia buku komunis pun menjadi sorotan utamanya tapi bukan untuk di kritisi atau di diskusikan melainkan untuk di lihat sisi peluangnya. Katanya, jika  aku menulis tentang komunis tentu bukunya akan di razia dan jika di razia tentu aku bisa ikut terkenal. Kan semakin dilarang maka akan semakin dicari, pikirnya licik

Bangsat memang, ia bisa melihat peluang dalam kisruh perdebatan. keinginan menjadi penulis dan terkenal sepertinya sudah menyumbat otaknya untuk berpikir benar.

Seperti pengantin di malam pertama, menggebu-gebu, semangat tanpa berpikir panjang langsung hantam. Kosasih di kejar tayang tidak tidur dua hari tiga malam menyelesaikan tulisan yang di anggapnya titik terang. "INI BUKU KIRI" itu judul yang di berikan untuk cerita yang sudah ia karang, tadinya ia ingin memberi judul "kisah cinta terhalang komunis" tapi di urungkan karena lebih terdengar seperti  film percintaan yang ada di televisi. katanya buku ini lebih dari sekedar tayangan alay.

Sumpah entah apa yang ada di pikiran si kecoak busuk ini, semangat menulisnya memang keren tapi isi tulisannya jauh lebih buruk dari film percintaan yang di anggapnya alay. Di bukunya ia menceritakan tentang sepasang kekasih yang tidak bersatu karena si laki-laki berpaham komunis dan si perempuan berpaham demokratis, di bumbui dengan perselingkuhan antara si perempuan dengan ketua umum partai yang dilakukan demi mengejar jabatan sebagai sekretaris. 

Lebih menjijikan lagi si laki-laki yang diberi nama Aidit mati terkena serangan jantung setelah mengetahui kekasihnya pergi bukan hanya karena berbeda paham tapi juga  jabatan. Lalu si perempuan yang diberi nama Mega merasa bersalah atas kematian Aidit, diceritakan ia mengalami depresi yang sangat berat hingga timbul inisitif untuk menebus kesalahannya dengan cara menumbuhkan  paham komunis di partainya secara diam-diam.

Berspekulasi, setelah bangun dari tidurnya selama sehari semalam. Ia bergerak cepat untuk sesegera mungkin menerbitkan bukunya, mencari penerbit besar, mustahil. Karena itu memerlukan waktu yang sangat lama. Akhirnya ia memilih menerbitkan secara indie. Ia tak mau buku perdananya mempunyai tampilan seperti buku pada umumnya, di panggilnya seorang kawan yang bekerja sebagai arsitek untuk membuat ilutrasi yang keren dan tidak biasa. Kawannya menolak katanya arsitek menggambar dengan detail dan perhitungan pasti sedangkan ilustrator menggambar menggunakan imajinasi abstrak. Kosasih memaksa dengan segala cara, dengan berat hati kawannya mengiyakan.

Perkara editor ia percayakan kepada salah satu kawan yang semasa SMA  selalu mendapat nilai bagus di pelajaran  Bahasa Indonesia, katanya nilaimu bagus, pasti kau bisa menjadi editorku. Dengan senang hati kawannya membantu karena memang dia pengangguran yang tak punya kesibukan, bahkan dia juga memberikan ide agar bukunya di buka dari kiri agar tak seperti buku-buku lainnya. Selain sesuai dengan judul di harapkan keanehan buku tersebut juga bisa menambah nilai jual dan dari dia pula nama pena Kosasih tercipta "Petapa Kelana".

Semua sudah siap, tinggal dijalankan saja. Tapi gerak Kosasih agak sedikit tertahan, karena menerbitkan secara indie memerlukan modal sendiri dan itulah yang menjadi penghalang. Pekerjaan tak ada, uang apalagi, satu-satunya jalan ia harus menjual motor orang tuanya. Sulit, terlebih bapak dan mamaknya tak setuju dengan ide gilanya, namun ia sudah ngebet menjadi penulis, ia yakin bahwa kali ini akan berhasil. Tanpa sepengetahuan ia mengambil surat kepemilikan kendaraan dan menjualnya dengan harga yang terjun bebas.

Cetak langsung seribu eksemplar katanya, jelas ini proyek yang besar bagi penerbit indie, karena biasanya orang-orang hanya mencetak dua puluh atau seratus saja.

Harga disepakati tapi tidak dengan waktu pengerjaan, "ini butuh waktu satu atau dua bulan" kata penerbit indie. Kosasih kesal, tak bisakah lebih cepat. Penerbit menolak katanya kami kekurangan orang. Kosasih mengalah, mengendorkan sedikit ambisinya.

Buku sudah dicetak, dua bulan lamanya sejak ia membuat cerita hingga menjadi tumpukan kertas yang tersusun rapi. Kosasih semangat, ia mempromosikan bukunya dimana-mana, menjual di toko online, membuat brosur yang ia bagikan di mall dan pasar impres, menitipkan di toko-toko, hingga membuat selembaran yang di tempel di tiang listrik seperti promosi sedot tinja pun ia lakukan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun