Mohon tunggu...
SedotanBekas
SedotanBekas Mohon Tunggu... Administrasi - ponakannya DonaldTrump

Saya adalah RENKARNASI dari Power Ranger Pink

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen | Ini Buku Kiri

19 November 2019   12:18 Diperbarui: 19 November 2019   12:39 141
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi: 123clipartpng.com

Menjadi penulis itu bukan hal yang mudah, bakat saja tidak cukup. Kita harus memiliki komitmen, kepekaan, kecerdasan, percaya diri dan tentunya pantang menyerah. Apalagi jika mengharapkan tulisan kita laku di pasaran dan di cetak Penerbit besar. Sudah pasti isi tulisan harus bermutu atau minimal mempunyai nilai jual.

Sial sekali Kosasih tidak memiliki bakat apalagi kecerdasan. hanya percaya diri dan pantang menyerah, cita-cita sebagai penulis pun ia pilih karena frustasi berkali-kali gagal menjadi pengusaha, berkali-kali gagal kerja sebagai pegawai kantoran, dan berkali-kali bingung menentukan mau jadi apa, bodoh.

Tergoda karena harta, sudah pasti. Di pikirnya menjadi penulis akan membuatnya kaya, berkaca pada Raditya Dika, Eka Kurniawan, Tere Liye, Asma Nadia, Andrea Hirata, Dee Lestari dan Penulis-penulis Best Seller lainnya. Katanya mereka terkenal dan kaya raya juga banyak penggemar, mulai saat ini ku putuskan untuk menjadi penulis.

Selang bulan berganti setelah deklarasi keputusannya, beberapa cerita pendek sudah di selesaikan, tapi progres cita-citanya hanya diam di tempat malah sekarang hidupnya bisa dikatakan semakin suram, ia sering berkhayal, malas, dan lebih betah berada di dunia maya.

"karya yang baik akan menemukan jalannya sendiri" kata seorang vokalis band. Kosasih sangat percaya dengan hal itu. ia yakin betul tulisannya bagus, padahal jika boleh jujur semua cerita  yang ia ciptakan tak lebih bagus dari karangan anak SD. Tak bermutu, tak berisi, bahasanya ancur, ceritanya tak jelas, tokohnya tidak konsisten dan masih banyak kelemahan lain  yang menegaskan jauh dari kata layak.

Ikhtiar dan berusaha, itu yang dia lakukan. Ia upload tulisannya ke situs-situs penampung cerita seperti wattpad dan kompasiana dengan harapan dibaca orang. Tapi sial hanya sedikit yang membaca. Tak hilang akal, menyiasati itu Ia buka tulisannya di situs tersebut  setiap saat agar jumlah viewnya terlihat banyak. Lebih gila lagi ia memberi sendiri rating tulisannya menggunakan akun palsu. pikirnya sebagai pancingan agar orang lain mau membaca karyanya.

Celakalah orang bodoh yang menganggap dirinya pintar, semakin hari Kosasih semakin terlelap dalam mimpinya. Ia menganggap dirinya penulis besar, penulis masa depan, setara Pram dan Albert Camus. Setiap kali  bertemu dengan orang baru ia mengenalkan diri sebagai seorang penulis. Jika di tanya buku apa yang sudah di terbitkan dia menjawab masih mencari penerbit yang layak untuk menerbitkan mahakaryanya, ngibul.

Sekedar tahu saja kawan, Kosasih tidak suka membaca buku. Pikir saja pakai logika, mana mungkin ada penulis yang tidak suka membaca. Itulah kesalahan terbesarnya.

Hidup dalam kepura-puraan menjerumuskan kita dalam kebohongan. Dan semakin jauh kita berbohong semakin sulit pula untuk membedakan antara realita dan fantasi. Begitu pun Kosasih, kelakuannya semakin ngawur. Sewaktu ramai berita di televisi, media sosial, media cetak dan tongkrongan komunitas literasi tentang razia buku komunis atau biasa orang sebut dengan buku kiri oleh pasukan keamanan. Di mana beberapa orang mendukung, katanya bagus agar orang tahu bahwa komunis itu berbahaya dan tidak boleh lagi  berdiri di negeri tercinta ini, beberapa lagi menolak, katanya untuk apa merazia buku komunis? 

Bagaimana kita tahu bahwa komunis itu berbahaya sedangkan kita sendiri tak  paham komunis itu seperti apa karena buku-buku tentang mereka telah hilang di pasaran. bahkan pelajaran sejarah kebengisan komunis di negeri ini pun sudah tidak masuk kurikulum sekolah. 

Jika seperti ini, bisa jadi dalam merazia buku ada unsur kesengajaan untuk mengekslusifkan komunis itu sendiri,  bahkan ada juga orang yang bilang harusnya para pelaku razia di hukum dengan cara membaca buku yang di razianya hingga tuntas dan membuat ulasan tentang buku itu minimal dua lembar. Entahlah mana yang benar.

Sebagai orang yang katanya setara dengan Pram, tentu berita razia buku komunis pun menjadi sorotan utamanya tapi bukan untuk di kritisi atau di diskusikan melainkan untuk di lihat sisi peluangnya. Katanya, jika  aku menulis tentang komunis tentu bukunya akan di razia dan jika di razia tentu aku bisa ikut terkenal. Kan semakin dilarang maka akan semakin dicari, pikirnya licik

Bangsat memang, ia bisa melihat peluang dalam kisruh perdebatan. keinginan menjadi penulis dan terkenal sepertinya sudah menyumbat otaknya untuk berpikir benar.

Seperti pengantin di malam pertama, menggebu-gebu, semangat tanpa berpikir panjang langsung hantam. Kosasih di kejar tayang tidak tidur dua hari tiga malam menyelesaikan tulisan yang di anggapnya titik terang. "INI BUKU KIRI" itu judul yang di berikan untuk cerita yang sudah ia karang, tadinya ia ingin memberi judul "kisah cinta terhalang komunis" tapi di urungkan karena lebih terdengar seperti  film percintaan yang ada di televisi. katanya buku ini lebih dari sekedar tayangan alay.

Sumpah entah apa yang ada di pikiran si kecoak busuk ini, semangat menulisnya memang keren tapi isi tulisannya jauh lebih buruk dari film percintaan yang di anggapnya alay. Di bukunya ia menceritakan tentang sepasang kekasih yang tidak bersatu karena si laki-laki berpaham komunis dan si perempuan berpaham demokratis, di bumbui dengan perselingkuhan antara si perempuan dengan ketua umum partai yang dilakukan demi mengejar jabatan sebagai sekretaris. 

Lebih menjijikan lagi si laki-laki yang diberi nama Aidit mati terkena serangan jantung setelah mengetahui kekasihnya pergi bukan hanya karena berbeda paham tapi juga  jabatan. Lalu si perempuan yang diberi nama Mega merasa bersalah atas kematian Aidit, diceritakan ia mengalami depresi yang sangat berat hingga timbul inisitif untuk menebus kesalahannya dengan cara menumbuhkan  paham komunis di partainya secara diam-diam.

Berspekulasi, setelah bangun dari tidurnya selama sehari semalam. Ia bergerak cepat untuk sesegera mungkin menerbitkan bukunya, mencari penerbit besar, mustahil. Karena itu memerlukan waktu yang sangat lama. Akhirnya ia memilih menerbitkan secara indie. Ia tak mau buku perdananya mempunyai tampilan seperti buku pada umumnya, di panggilnya seorang kawan yang bekerja sebagai arsitek untuk membuat ilutrasi yang keren dan tidak biasa. Kawannya menolak katanya arsitek menggambar dengan detail dan perhitungan pasti sedangkan ilustrator menggambar menggunakan imajinasi abstrak. Kosasih memaksa dengan segala cara, dengan berat hati kawannya mengiyakan.

Perkara editor ia percayakan kepada salah satu kawan yang semasa SMA  selalu mendapat nilai bagus di pelajaran  Bahasa Indonesia, katanya nilaimu bagus, pasti kau bisa menjadi editorku. Dengan senang hati kawannya membantu karena memang dia pengangguran yang tak punya kesibukan, bahkan dia juga memberikan ide agar bukunya di buka dari kiri agar tak seperti buku-buku lainnya. Selain sesuai dengan judul di harapkan keanehan buku tersebut juga bisa menambah nilai jual dan dari dia pula nama pena Kosasih tercipta "Petapa Kelana".

Semua sudah siap, tinggal dijalankan saja. Tapi gerak Kosasih agak sedikit tertahan, karena menerbitkan secara indie memerlukan modal sendiri dan itulah yang menjadi penghalang. Pekerjaan tak ada, uang apalagi, satu-satunya jalan ia harus menjual motor orang tuanya. Sulit, terlebih bapak dan mamaknya tak setuju dengan ide gilanya, namun ia sudah ngebet menjadi penulis, ia yakin bahwa kali ini akan berhasil. Tanpa sepengetahuan ia mengambil surat kepemilikan kendaraan dan menjualnya dengan harga yang terjun bebas.

Cetak langsung seribu eksemplar katanya, jelas ini proyek yang besar bagi penerbit indie, karena biasanya orang-orang hanya mencetak dua puluh atau seratus saja.

Harga disepakati tapi tidak dengan waktu pengerjaan, "ini butuh waktu satu atau dua bulan" kata penerbit indie. Kosasih kesal, tak bisakah lebih cepat. Penerbit menolak katanya kami kekurangan orang. Kosasih mengalah, mengendorkan sedikit ambisinya.

Buku sudah dicetak, dua bulan lamanya sejak ia membuat cerita hingga menjadi tumpukan kertas yang tersusun rapi. Kosasih semangat, ia mempromosikan bukunya dimana-mana, menjual di toko online, membuat brosur yang ia bagikan di mall dan pasar impres, menitipkan di toko-toko, hingga membuat selembaran yang di tempel di tiang listrik seperti promosi sedot tinja pun ia lakukan.

Harapan besar, kenyataan kecil sama dengan kesedihan. Sudah dua minggu bukunya tak juga laku, hanya berkurang sepuluh eksemplar, itu pun ia bagikan secara gratis untuk kawan arsitek, editor, dan lainnya. Kosasih kecewa padahal ia sudah melakukan promosi besar-besaran bahkan ia juga sudah membuat pernyataan kotroversial di media sosial bahwa dia keturunan langsung pendiri Partai Komunis Indonesia, tapi sayang isu itu tak menjual sama sekali. 

Kawan arsiteknya menyarankan untuk sabar dan lebih baik mencari pekerjaan lain selain sebagai penulis, Kosasih pasrah rendah gairah. Kawan editornya menyemangati dengan cara lain, ia bilang semua penulis besar di awali dengan penolakan tapi mereka tetap yakin dan terus berkarya, aku percaya kelak kau bisa menjadi penulis besar.

Kosasih mengambinghitamkan kegagalannya pada penerbit indie karena sengaja melamakan proses pengerjaan. Sehingga ketika bukunya terbit, berita-berita tentang Komunis sudah tidak lagi menjadi trending topik. Sudah usang, lapuk tergantikan dengan isu baru. Yaitu debat politik capres dan cawapres yang mendapatkan kisi-kisi seperti ujian sekolah seta hiruk pikuk ketololan drama pemilihan presiden dan wakil presiden. Ada keinginan besar dalam hati Kosasih untuk membuat cerita tentang tukang bubur ingin jadi presiden tapi untuk kali ini diurungkan niat tersebut sebab sekarang ia dalam masalah besar. "dicoret dari Kartu Keluarga karena menjual motor orang tua".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun