Matahari belum terbangun dari tidurnya. Affan sudah bersiap untuk berangkat mengais rejeki di jalan. Ia memanaskan motor tuanya yang kerap mogok di tanjakan.Â
Helm baru yang diberikan oleh sesama rekan ojol di hari ulang tahunnya ia bersihkan dengan hati-hati. Ia genap berusia 21 tahun pada bulan Juli lalu.
**
Baca juga: Cerpen: Negeri penuh Serigala
Jakarta, pagi 29 Agustus 2025
Ia tersenyum. Helm berwarna hijau daun itu diperoleh dari hasil patungan teman-temannya secara diam-diam, sebagai hadiah ulang tahun tanpa sepengetahuannya.
"Biar surprise," kata Daus.Â
Daus dan beberapa temannya adalah sahabat seperjuangan sejak duduk di bangku SMK. Sayangnya, nasib mereka serupa: melamar kerja kesana kemari, tetapi belum ada satu pun perusahaan yang menerima.Â
Sementara itu, untuk melanjutkan kuliah tidak ada biaya. Affan memiliki tanggungan keluarga sebanyak tujuh orang di rumah. Ia juga harus membayar sewa kontrakan rumah sebesar Rp1,2 juta per bulan, yang ia tempati bersama orang tua dan saudara-saudaranya.
Setiap pagi, suasana Jakarta masih berembun dan berkabut. Ia turun dari rumah kontrakan sederhana di Jatipulo. Dengan jaket ojolnya yang warna hijaunya telah pudar, ia melangkah penuh keyakinan. Setiap hari yang dijalani diyakini akan membuahkan rejeki bagi dirinya dan keluarga.
Terlebih pada hari Jumat, banyak orang baik bersedekah—di warung,—di masjid—memberikan makanan gratis yang bisa ia bawa pulang  ke rumah. Kalaupun harus membeli, harganya biasanya lebih murah dibanding hari-hari biasa. Istilahnya: Jumat berkah.