Mohon tunggu...
bilal hafizd
bilal hafizd Mohon Tunggu... Pegawai swasta

43120010419 - S1 manajemen - Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Mercu Buana - Pendidikan Anti Korupsi dan Etik UMB - Dosen pengampu Prof. Dr, Apollo, M.Si.Ak

Selanjutnya

Tutup

Artificial intelligence

Repleksi Kritis Pendidikan Anti korupsi Di Indonesia

8 Juli 2025   09:11 Diperbarui: 8 Juli 2025   09:11 1079
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tujuan Paideia dan Filsafat Etika Anti-Korupsi
Paideia bukan hanya pendekatan pedagogis, melainkan kerangka etis yang menyasar pembentukan manusia yang berkebajikan demi terwujudnya kebaikan bersama (bonum commune). Tujuan fundamentalnya adalah membentuk manusia yang utuh, yang memiliki karakter integritas untuk menopang masyarakat yang adil.
Dalam kerangka ini, jiwa manusia dipahami sebagai entitas yang terdiri atas tiga dimensi: rasio (logos), kehendak (voluntas), dan afeksi moral. Pendidikan Paideia menyasar ketiganya dengan cara menanamkan disiplin diri, rasa tanggung jawab, serta motivasi etis dalam diri mahasiswa. Dengan demikian, pendidikan ini tidak hanya bersifat teknis-intelektual, melainkan juga eksistensial dan spiritual.

Etika yang menjadi dasar pendekatan ini adalah virtue ethics (etika kebajikan) yang berakar dari pemikiran Thomas Aquinas dan Aristoteles. Pendidikan berpusat pada latihan kebajikan seperti kejujuran (veritas), keadilan (iustitia), kesederhanaan (temperantia), dan keberanian moral (fortitudo). Keempatnya dikenal sebagai kebajikan kardinal dan menjadi landasan pembentukan jiwa yang utuh.
Korupsi dalam kerangka ini dipahami sebagai penyakit spiritual dan moral. Ia muncul dari kehendak yang menyimpang, akibat lemahnya kebajikan moral dan dominasi nafsu akan kekuasaan serta materi. Oleh sebab itu, penanggulangan korupsi harus melalui penyembuhan jiwa, bukan sekadar penegakan hukum.
Nilai-nilai anti-korupsi yang ditanamkan dalam model Paideia berpusat pada empat kebajikan utama:
*Keadilan (iustitia): memberikan kepada setiap orang apa yang menjadi haknya.
*Kejujuran (veritas): menyelaraskan ucapan, pikiran, dan perbuatan.
*Kesederhanaan (temperantia): menahan diri dari berlebihan dalam gaya hidup.
*Keberanian moral (fortitudo): melawan penyimpangan meskipun berisiko.
Kurikulum Paideia dirancang berbasis latihan kebajikan, dengan pendekatan strategi berikut:
*Pembiasaan moral dalam kehidupan sehari-hari.
*Refleksi hati nurani sebagai latihan batin.
*Pendidikan etika dan spiritual melalui mata kuliah, seminar, dan pendampingan rohani.
*Teladan hidup suci dari figur-figur moral dalam lingkungan pendidikan.
Contoh praktik nyata pendidikan Paideia meliputi:
*Sistem kejujuran (honesty system) dalam ujian dan tugas.
*Studi kasus etis dalam mata kuliah filsafat moral dan etika publik.
*Latihan pertanggungjawaban kolektif melalui kegiatan organisasi dan komunitas.

Guru atau pendidik dalam pendekatan ini tidak hanya berfungsi sebagai pengajar materi, tetapi sebagai teladan moral dan pembentuk jiwa. Mereka harus menjadi pemimpin moral yang mampu menunjukkan integritas dalam kehidupan sehari-hari, serta menjadi pembimbing karakter yang membentuk mahasiswa melalui nasihat, pembiasaan, dan inspirasi. Oleh karena itu, pelatihan guru dalam model Paideia mencakup aspek pedagogi moral, refleksi spiritual, dan pendalaman etika praktis.
Aspek Tambahan: Kerangka Dasar Iman dan Akal
Dalam pengembangan kurikulum Paideia Anti-Korupsi yang kontekstual di Indonesia, terdapat pengayaan berupa integrasi antara rasio (akal) dan fides (iman). Pendidikan nilai tidak hanya berbasis nalar filosofis, tetapi juga menumbuhkan kesadaran spiritual yang mendalam. Pendekatan ini mendorong mahasiswa untuk memahami bahwa integritas bukan hanya kewajiban sosial, tetapi juga merupakan panggilan batin dan tanggung jawab spiritual sebagai manusia.
Implikasinya pada pendidikan anti-korupsi adalah lahirnya pendekatan holistik yang memadukan penalaran moral dan keyakinan etis. Dengan demikian, nilai-nilai anti-korupsi tidak hanya dibangun melalui argumen rasional, tetapi juga melalui kekuatan hati nurani dan iman yang membimbing pilihan hidup mahasiswa.

https://fast.mercubuana.ac.id/pluginfile.php/112099/
https://fast.mercubuana.ac.id/pluginfile.php/112099/

Paideia "Era Modern" dalam Pendidikan Anti-Korupsi: Integrasi Rasionalitas, Etika, dan Tanggung Jawab Publik
Pendidikan anti-korupsi dalam era modern tidak cukup hanya mengandalkan pendekatan normatif yang menekankan larangan dan hukuman. Dibutuhkan suatu paradigma pendidikan yang mampu membentuk karakter moral, kesadaran rasional, dan komitmen etis secara menyeluruh. Di sinilah relevansi konsep Paideia muncul kembali dalam kerangka pemikiran modern
. Paideia sebagai proses pembentukan manusia utuh---rasional, bertanggung jawab, dan etis---berperan penting dalam menanggulangi akar moral dari praktik korupsi.

1. Kerangka Dasar: Rasionalisme, Humanisme, dan Otonomi
Pendidikan dalam paradigma Paideia era modern dibangun di atas fondasi rasionalisme, empirisisme, dan humanisme sekuler. Tujuannya adalah membentuk individu rasional dan otonom. Kurikulum anti-korupsi dalam konteks ini berlandaskan pada etika rasional, logika deduktif, dan nilai hak asasi manusia (HAM).
Implikasi dari kerangka ini sangat besar terhadap sistem pendidikan
. Peserta didik tidak hanya diajarkan bahwa korupsi itu salah, tetapi mereka dibekali alat nalar dan prinsip universal untuk memahami mengapa tindakan korupsi bertentangan dengan keadilan dan kebaikan bersama. Hal ini membangun sikap anti-korupsi dari dalam, bukan sekadar sebagai kepatuhan terhadap aturan eksternal.

2. Konsep Manusia: Agen Moral yang Rasional
Dalam kerangka Paideia, manusia dipandang sebagai agen moral yang rasional, yang bebas memilih dan bertanggung jawab atas tindakannya. Pendidikan diarahkan untuk melatih mahasiswa menjadi individu yang mampu mengambil keputusan etis secara mandiri.
Mahasiswa diajak untuk memahami konsekuensi logis dan moral dari setiap pilihan hidupnya. Mereka tidak diarahkan untuk sekadar mengikuti otoritas, melainkan didorong untuk mempertanyakan, menganalisis, dan menginternalisasi nilai-nilai kejujuran dan keadilan sebagai bagian dari integritas pribadi.

3. Penyebab Korupsi: Lemahnya Rasionalitas Moral dan Budaya Permisif
Korupsi dalam konteks Paideia era modern dipahami sebagai akibat dari kurangnya rasionalitas moral, rendahnya kontrol sosial dan hukum, serta budaya permisif yang berkembang dalam masyarakat. Oleh karena itu, pendidikan tidak hanya membahas hukum secara normatif, tetapi membangun pemahaman etis sejak dini.
Melalui diskusi tentang dilema etis, pertimbangan moral, dan logika keadilan, mahasiswa diarahkan untuk mengenali situasi koruptif dan mengembangkan sensitivitas terhadap bentuk-bentuk penyimpangan integritas. Mereka diajarkan untuk tidak hanya taat hukum, tetapi juga menghidupi nilai hukum secara sadar dan otonom.

4. Tujuan Paideia: Membangun Warga Negara yang Rasional dan Bertanggung Jawab
Paideia bertujuan membentuk warga negara yang rasional, etis, sadar hukum, dan bertanggung jawab terhadap kepentingan publik. Pendidikan tidak hanya melahirkan profesional yang kompeten, tetapi juga intelektual publik yang memiliki kepedulian terhadap nasib masyarakat.
Model pendidikan ini menempatkan civic education bukan sekadar sebagai mata kuliah formal, tetapi sebagai sarana pembentukan karakter kewargaan. Mahasiswa dilatih untuk memahami etika publik, pentingnya transparansi, dan kesetiaan pada konstitusi sebagai wujud pengabdian etis kepada masyarakat.

5. Fokus Pendidikan: Penalaran Moral dan Tanggung Jawab Sipil
Fokus utama dari pendidikan anti-korupsi adalah pengembangan penalaran moral, analisis etika, pemahaman sistem hukum, dan tanggung jawab sipil. Hal ini menunjukkan bahwa anti-korupsi tidak bisa dilepaskan dari pemahaman sistemik atas struktur sosial dan norma hukum yang mengaturnya.
Mahasiswa dibekali kemampuan untuk berpikir reflektif dalam menghadapi realitas sosial yang kompleks. Dalam kelas, mereka tidak sekadar menghafal teori, tetapi diminta untuk menganalisis praktik hukum dan peraturan dengan mempertanyakan nilai moral di baliknya.
6. Metode Pendidikan: Diskusi Kritis dan Simulasi Etis
Metode pendidikan dalam Paideia modern menekankan diskusi kritis, studi kasus, simulasi etis, debat terbuka, serta pendekatan penalaran ilmiah (scientific reasoning). Hal ini berbeda dengan metode doktrinal yang hanya mentransfer pengetahuan.
Simulasi etis dan studi kasus memberikan pengalaman langsung kepada mahasiswa untuk menjelajahi dilema etika dan mengambil keputusan yang bertanggung jawab. Metode ini mengembangkan keterampilan moral reasoning, empati, dan kemampuan menghadapi tekanan sosial yang kerap melatarbelakangi tindakan koruptif.
7. Strategi Anti-Korupsi: Sistemik dan Kolaboratif
Strategi pendidikan anti-korupsi modern bersifat sistemik dan kolaboratif. Ini melibatkan penguatan institusi hukum, pendidikan integritas, sistem audit dan transparansi, serta kontrol sosial. Pendidikan bekerja sama dengan lembaga penegak hukum, media, dan LSM untuk menciptakan ekosistem anti-korupsi.
Literasi hukum dan etika disebarkan melalui reward-punishment system, pelatihan keterbukaan, dan publikasi nilai-nilai integritas. Mahasiswa dilatih untuk mengenali bentuk-bentuk penyalahgunaan kekuasaan dan dilibatkan dalam kegiatan sosial yang mendidik rasa keadilan.
8. Peran Guru: Fasilitator Etis, Bukan Dogmatis
Dalam pendekatan Paideia modern, guru tidak diposisikan sebagai otoritas moral yang dogmatis, melainkan fasilitator rasional dan pemicu kesadaran etis. Guru mendampingi mahasiswa untuk berpikir mandiri, berargumen secara etis, dan berdialog tanpa takut salah.
Pendidik menjadi contoh keteladanan moral, bukan hanya penyampai materi. Dengan begitu, guru memainkan peran penting dalam menumbuhkan iklim intelektual dan etis di ruang kelas. Proses pendidikan menjadi arena dialog yang saling membangun antara dosen dan mahasiswa.
9. Konsep Integritas: Konsistensi Moral Internal dan Eksternal
Konsep integritas dalam kerangka Paideia era modern dipahami sebagai konsistensi antara nilai moral yang diyakini (internal) dengan tindakan nyata (eksternal). Integritas tidak sebatas deklarasi nilai, tetapi juga pembuktian konkret dalam perilaku sehari-hari.
Evaluasi pendidikan tidak hanya dilakukan melalui ujian tertulis, tetapi juga melalui proyek etis (ethical projects), refleksi pribadi, dan penilaian terhadap akuntabilitas sosial mahasiswa. Hal ini mendorong peserta didik untuk mempraktikkan nilai-nilai anti-korupsi dalam kehidupan kampus.

https://fast.mercubuana.ac.id/pluginfile.php/112099/
https://fast.mercubuana.ac.id/pluginfile.php/112099/

Mohon tunggu...

Lihat Konten Artificial intelligence Selengkapnya
Lihat Artificial intelligence Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun