Sistem Keamanan Lingkungan (Siskamling) merupakan salah satu pilar penting dalam menjaga keamanan dan ketertiban di tingkat masyarakat. Di era digitalisasi, Siskamling menghadapi tantangan sekaligus peluang untuk meningkatkan efektivitasnya.
Di era digitalisasi dan dunia internet yang serba cepat dan terbuka saat ini program Siskamling tentunya sangat berbeda dengan Siskamling di era tahun 1990-an. Saya masih ingat, ketika pertama kali ikut Siskamling di Kelurahan tempat tinggal saya pada tahun 1999. Siskamling saat itu dilakukan menjelang pelaksanaan Pemilu serentak pertama.
Di tahun tersebut, sebagai anak muda usia SMA, saya dan teman-teman setiap malam ada di Pos Ronda yang berlokasi di Kantor Kelurahan. Bahkan kami tidur hingga pagi. Main kartu joker dan domino, hingga membuat gorengan sebagai teman minum kopi adalah aktifitas rutin di Pos Ronda.
Adapun maksud dari Siskamling saat itu adalah untuk memantau keamanan di sekitar sebagai dampak dari Pemilu pertama yang mana diperkirakan banyak orang baru akan lintas daerah demi menjadi pemberi suara kepada caleg tertentu. Selain itu, Siskamling juga diberlakukan untuk meningkatkan keamanan karena mulai maraknya aksi pencurian cengkeh. Kebetulan saat itu panen cengkeh juga dan harga cengkeh mulai melonjak. Singkatnya, Siskamling di masa lalu lebih condong ke keamanan secara fisik.
Agak kontras dengan kondisi saat ini di era digital. Salah satu perbedaannya adalah adanya pergeseran ancaman keamanan. Kejahatan tidak lagi hanya terjadi secara fisik, tetapi juga di dunia maya. Ancaman seperti penipuan online, pencurian data, phishing, dan penyebaran hoaks semakin marak. Siskamling tradisional tidak dirancang untuk mengatasi kejahatan siber, sehingga dibutuhkan adaptasi dan literasi digital bagi para anggotanya.
Banyak anggota Siskamling, terutama dari kalangan yang lebih senior, mungkin belum familiar dengan penggunaan teknologi digital. Keterbatasan ini bisa menjadi hambatan dalam memanfaatkan alat-alat digital untuk pengawasan dan komunikasi.
Tidak semua wilayah memiliki akses internet yang memadai atau perangkat digital yang merata. Kesenjangan ini dapat menghambat implementasi sistem Siskamling berbasis digital dan menciptakan ketidaksetaraan dalam perlindungan keamanan.
Siskamling secara tradisional juga berfungsi sebagai sarana interaksi sosial yang mempererat hubungan antarwarga. Jika terlalu bergantung pada teknologi, ada risiko berkurangnya interaksi fisik dan rasa kebersamaan yang menjadi nilai luhur Siskamling.
Efektivitas Siskamling di Era Digitalisasi
Meskipun menghadapi tantangan, digitalisasi justru dapat meningkatkan efektivitas Siskamling secara signifikan. Hal ini dapat ditinjau dari sisi peningkatan komunikasi dan pelaporan. Warga dapat membentuk grup WhatsApp atau Telegram untuk berbagi informasi dengan cepat tentang adanya kejadian mencurigakan, orang asing, atau keadaan darurat lainnya. Hal ini memungkinkan respons yang lebih cepat dari warga atau pihak berwenang.
Jika memungkinkan, dapat dikembangkan aplikasi berbasis digital yang terhubung dengan pos kamling atau CCTV, sehingga memungkinkan warga untuk melaporkan kejadian secara langsung dan terkoordinasi.