Korupsi tumbuh subur ketika struktur jiwa ini tidak tertata dengan baik: ketika nafsu (epithumia) menguasai thumos dan logos. Maka, pendidikan antikorupsi harus diarahkan untuk menata jiwa, menempatkan logos sebagai pemimpin, thumos sebagai penjaga kehormatan, dan epithumia sebagai pelayan yang terkendali.
Berikut ini adalah format ideal Paideia anti-korupsi berbasis pembentukan ketiga unsur jiwa:
1. Unsur Logos: Membentuk Nalar dan Penalaran Etis
Tujuan Pendidikan:
Membangun kemampuan berpikir kritis, logis, dan bernalar secara etis.
Strategi Implementasi:
Studi kasus korupsi dan analisis dampaknya terhadap keadilan sosial.
Debat etis mengenai dilema moral dalam kehidupan publik.
Pembelajaran filsafat moral dan logika argumentasi.
Penjelasan:
Logos adalah kekuatan berpikir yang membedakan manusia dari makhluk lainnya. Dalam pendidikan anti-korupsi, logos dilatih agar seseorang tidak mudah menerima justifikasi moral palsu, seperti anggapan bahwa "semua orang juga melakukan korupsi".
Sebagai contoh, seorang siswa diajak menganalisis kasus pengadaan barang fiktif di institusi pendidikan. Dalam diskusi, siswa tidak hanya menilai bahwa tindakan itu salah, tetapi dituntun untuk menelusuri akar motivasi, dampak sosial, dan bagaimana sistem bisa memungkinkan hal itu terjadi. Proses ini melatih nalar logis sekaligus moral.
Ilustrasi Nyata:
Di sebuah SMA negeri di Jawa Tengah, guru menerapkan metode debat kelas dengan tema "Apakah Gratifikasi Kecil itu Korupsi?". Melalui pertanyaan-pertanyaan terbuka, siswa menggali nilai, mengkritisi dalih, dan memahami bahwa kebenaran tidak selalu berada di sisi mayoritas.
2. Unsur Thumos: Membangun Keberanian Moral dan Keteladanan
Tujuan Pendidikan:
Mengembangkan semangat keadilan, keberanian moral, dan harga diri yang jujur.