Mohon tunggu...
Bhayu MH
Bhayu MH Mohon Tunggu... Wiraswasta - WIrausaha - Pelatih/Pengajar (Trainer) - Konsultan MSDM/ Media/Branding/Marketing - Penulis - Aktivis

Rakyat biasa pecinta Indonesia. \r\n\r\nUsahawan (Entrepreneur), LifeCoach, Trainer & Consultant. \r\n\r\nWebsite: http://bhayumahendra.com\r\n\r\nFanPage: http://facebook.com/BhayuMahendraH

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Ada Asa Dalam Cinta - Bagian 63

1 Februari 2015   05:44 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:00 97
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
14217582741237221344

Kisah sebelumnya: (Bagian 62)

(Bagian 63)

[Pusat perbelanjaan terbesar di kawasan Jakarta Pusat]

Milly mencari-cari di dalam café tempat ia berjanji akan bertemu dengan Carmen. Akhirnya ia menemukan sosok yang dikenalnya itu di salah satu sudut. Memang tersembunyi agak ke dalam, karena Carmen yang tertutup memang tak suka terlalu terlihat di keramaian. Tetapi tak ada tempat yang lebih baik untuk bertemu selain di tempat seperti itu. Akan aneh bukan kalau mengobrol di lapangan parkir tempat latihan basket?

“Hai… udah lama?” sapa Milly.

“Lumayan… 100 tahun lama nggak?” jawab Carmen asal.

“100 tahun…? Mmmm… ya lama dong… Sori ya…,” Milly pun menarik bangku dan duduk. Tapi ia baru sadar kalau Carmen ternyata langsung membecandainya. “Ha? 100 tahun? Ya nggak mungkin lah… Duh, baru juga nyampe, udah di-ceng-in! Ngambek nih!”

Carmen tertawa, “Hahaha… jangan ngambek dong… tayang-tayang… Sana, pesan minum gih!”

Milly hendak bangkit berdiri dari tempat duduknya, tapi dicegah Carmen, “Eh, gak usah bangun. Lu mau ngapain?”

“Katanya suruh pesen minum…?” Milly bertanya bingung.

“Yaa… dipanggil aja mbak-nya. Lu-nya nggak usah ke sana…,” ujar Carmen. Ia lalu melambaikan tangan memanggil pelayan. Setelah datang, ia menyodorkan menu kepada Milly dan sahabatnya itu pun memilih jus mangga serta jamur crispy. Carmen sendiri meminta tambahan minuman yang sama, ice thai milk tea dan satu piring fried calamari.

Tanpa menunggu pesanan datang, keduanya memulai obrolan. Carmen yang lebih dulu mengambil inisiatif percakapan.

“Gimana-gimana? Kok tumben-tumbennya lu minta ketemuan berdua ama gue doang…?”

Milly tampak memberengut, “Yaaa… abisnya… Gue telepon Cinta dari kemaren gak diangkat. SMS juga belum dibales-bales. Alya… sama aja! Lagi pada ngapain sih?”

Carmen tersenyum. Ia lalu menenangkan Milly, “Yaa…. Maklum aja lah… Lagi pada banyak kerjaan kali. Kan mau akhir tahun…?”

Milly tetap tidak mau terima. Ia malah menambahi dengan kesal, “Yaa… mustinya bales SMS atau apa kek, emang segitu sibuknya apa?”

“Yaaa….bisa jadi. Kan gak bisa sering-sering juga kita kumpul semua? Lagian kan minggu kemaren udah… Masa’ mau tiap minggu kita jalan bareng? Susah lah… apalagi kayak Maura kan udah punya keluarga… Kita aja nih yang belom laku-laku,” ujar Carmen.

Mendengar kalimat terakhir Carmen, wajah Milly berubah ceria.

“Nah, itu dia yang mau gue ceritain! Gue laku kayaknya!” ujarnya dengan ekspresi seperti anak kecil diajak jalan-jalan ke kebun binatang.

Mata Carmen terbelalak. Ia terkejut mendengar ucapan sahabatnya itu.

“Ah, masa! Keren! Gimana-gimana ceritanya?” desak Carmen tertarik.

“Iya… dia itu tukang kue gitu!” wajah Milly sumringah. Carmen heran. Kenapa Milly yang bagaimanapun tamatan perguruan tinggi tertarik dengan tukang kue?

“Sumprit lu? Begitu desperado-nya lu sampe mau sama tukang kue gitu?” tanya Carmen heran.

“Eh, denger dulu cerita gue. Mau gak lu?” tanya Milly, agak jengkel ceritanya dipotong.

“Ups. Eh, iya deh. Sori. Gue dengerin lu dulu. Gue diem. Gimana ceritanya?” tanya Carmen antusias.

Maka, Milly pun menceritakan awal-mula kejadian ia bertemu Bowo, teman kakaknya itu. Carmen terpana begitu cerita Milly yang cuma kurang dari sepuluh menit itu selesai. Padahal, Milly sudah menambahinya dengan aneka bumbu yang dirasanya perlu. Seperti bagaimana perasaannya saat tahu kalau Bowo ternyata punya perasaan khusus kepadanya. Dan cerita Milly itu membuat Carmen takjub.

“Woooo… Jadi Mas Bowo-mu itu ternyata juragan kue? Beda atuh sama tukang kue! Itu mah keren!” puji Carmen tulus. Wajah Milly tampak berbinar mendengar pujian itu.

“Terus, udah gimana sama dia?” tanya Carmen.

Milly bingung menjawab pertanyaan itu, “Udah gimana, gimana?”

“Eh, sori. Maksud gue, udah diajak pergi ke mana sama dia? Tadi malem kencan?” Carmen memperjelas maksud pertanyaannya.

“Oooh…. Gitu? Ya belom ke mana-mana. Emang mustinya ke mana?” Milly balik bertanya.

“Ya nggak tau. Terserah lu berdua dong. Tapi kan biasanya weekend apalagi malem Minggu waktunya orang pacaran bukan?” Carmen bertanya retoris.

“Emang iya ya? Gak tau sih… abis… belum pernah…,” aku Milly lugu.

“Ha? Belom pernah? Maksud lu… lu belom pernah pacaran?” tanya Carmen terkejut.

Pertanyaan itu dijawab dengan anggukan kepala lugu bak anak kecil ditanya oleh gurunya.

“Wah, lu kudu di-upgrade nih!” seru Carmen sambil tertawa lebar.

“Gimana caranya? Bantuin gue dong…,” pinta Milly, wajahnya tampak pasrah.

Carmen tampak berpikir dengan gaya yang sengaja dibuat seolah-olah serius. Tetapi jawaban yang ditunggu-tunggu Milly malah tidak sesuai harapan.

“Yaaahhh… Gue juga nggak tahu banyak… Mustinya Maura yang ngajarin kita, secara dia udah berkeluarga…. Atau… Cinta, secara dia paling gaul dan banyak punya temen cowok. Plus dia sendiri juga sering ditaksir cowok kan?” Carmen berkata cukup panjang, tetapi tidak menjawab pertanyaan Milly.

“So? Jadi gue musti gimana?” tanya Milly tambah bingung.

“Gak tau… Kita tunggu aja kapan Cinta ada waktu… Eh, lu inget temen kita itu nggak?” Carmen tiba-tiba membelokkan arah pembicaraan.

“Temen? Temen yang mana?” Milly tentu saja tidak mengerti arah pembicaran Carmen.

“Temen SMA kita… yang minggu kemaren ketemuan… si Borne…,” jelas Carmen.

“Oooohh… Si Borne, yang waktu SMA dulu naksir Cinta… terus berantem sama Rangga itu?” tanya Milly.

“Woaaa… tumben lu inget detail gitu?” ledek Carmen.

“Eh, enak aja. Gini-gini kan gue pinter lagi!” tukas Milly.

“Iya deh… yang pinter…,” seloroh Carmen, tetapi ia tidak menyelesaikan kalimatnya. Kali ini, Milly sadar.

“Hei! Terus kenapa sama Borne? Lu naksir ya?” tembaknya langsung.

Carmen tampak terkesiap. Ia tidak menduga Milly bisa menebak dengan tepat.

“Dari mana lu tahu? Cinta?” selidik Carmen.

Milly tentu saja jengkel karena dianggap tidak bisa membaca gelagat sahabatnya. “Eh, emang Cinta doang yang bisa ngerti urusan beginian? Lu tuh kebaca banget tauk!”

“Masa’ sih?” tanya Carmen tak yakin.

“Iya, udah. Terus kenapa? Ada cerita apa soal dia?” tanya Milly.

Berpikir sebentar, Carmen malah menawari makan, “Eh, mau pesen makanan gak?” tawar Carmen. Tanpa menunggu jawaban Milly, ia melambaikan tangan memanggil pelayan kembali. Mereka pun memesan makanan utama untuk makan siang. Setelah memesan makanan, barulah Carmen menceritakan bagaimana Borne seperti mendekat kepadanya. Mulai dari pertemuan pertama saat jogging pekan lalu, mengenalkannya kepada adiknya hingga bertemu lagi tadi pagi. Milly sampai melongo dibuatnya. Tanpa terasa, perbincangan mereka berlangsung seru hingga sore hari.

*******

Di bagian lain pusat perbelanjaan itu, Basuki dan Alya malah baru tiba. Dari tempat parkir di basement, mereka berdua naik untuk mencari tempat makan. Seharian, mereka pergi ke tempat wisata di utara Jakarta, menghabiskan siang di sana. Basuki mengajak Alya makan siang di sebuah restoran bergaya resort yang sahamnya juga ikut dimilikinya, patungan bersama teman-temannya. Mereka berdua berencana mengakhir hari panjang dan menyenangkan itu dengan makan malam di pusat perbelanjaan dilanjutkan menonton film di bioskop.

Karena menjelang liburan Natal dan tahun baru, banyak keluarga yang berbelanja berbagai keperluan. Itu masih ditambah mereka yang sekedar berjalan-jalan seperti pasangan muda itu. Tentu saja pengunjungnya padat sehingga membuat Basuki terpaksa menggunakan jasa valet parking tadi. Dan ia tahu tak ada yang terlalu mahal demi sebuah kenyamanan.

Maka, kata “nyaman” itu pula yang jadi pedoman saat mencari tempat makan. Tentu bukan restoran cepat-saji yang jadi tujuan untuk sebuah kencan. Basuki mencoba mencari restoran yang lebih baik. Tetapi karena ia dan Alya menyukai makanan Indonesia, mereka pun mencoba mencari restoran dengan menu negeri sendiri.

Karena penuh pengunjung, otomatis sulit pula mencari tempat makan yang “nyaman” dan sesuai selera mereka. Akhirnya, pilihan jatuh pada sebuah restoran di lantai tiga pusat perbelanjaan itu. Bukan yang paling bagus memang, tetapi setidaknya memadai. Apalagi mereka sempat membeli tiket bioskop dulu dan mencari tempat makan yang tak jauh dari sana.

Memasuki restoran, tinggal dua meja tersisa di bagian depan. Mereka mengambil meja dengan dua kursi, sementara satu meja lagi memiliki empat kursi. Ketika sudah duduk pun, mereka cukup sulit mencari perhatian pelayan karena mereka sibuk melayani dari meja ke meja. Akhirnya Basuki pun berdiri dan menuju meja kasir, meminta bantuan kasir agar melayani mereka. Barulah setelah itu ada pelayan menghampiri meja mereka. Basuki dan Alya memesan makanan dan minuman yang dirasa paling cepat dibuat dan disajikan. Itu karena mereka akan menonton bioskop sekitar satu jam lagi. Saat pelayan pergi, mereka berdua pun bercengkerama, melanjutkan mengobrol berdua. Begitu asyiknya, hingga tidak menyadari kedatangan dua orang wanita.

“Hayo! Ada yang kencan nih kayaknya!” seru seorang wanita disambut suara tawa ngikik wanita lain di sampingnya. Spontan Basuki dan Alya menoleh ke arah sumber suara. Ternyata Carmen dan Milly!

“Nah lho, kamu ketahuan…,” Milly menambahi seloroh Carmen sambil berjoget-joget seperti anak kecil.

Wajah Alya kontan memerah, tersipu malu. Sementara Basuki tetap cool, tenang seperti biasanya.

“Hei! Ada dua perusuh nih!” ujar Basuki sambil bercanda.

“Eh, kita boleh nimbrung gak nih? Mau gangguin yang lagi kencan ah…,” ujar Carmen. Dan tanpa menunggu izin Basuki dan Alya, ia malah hendak mengambil bangku dari meja sebelah. Melihat itu, Basuki mencegah.

“Eh, kayaknya mendingan kita yang pindah deh… Yuk Alya…,” ajak Basuki mengajak pindah ke meja sebelah yang memiliki empat bangku itu. Tanpa bicara, Alya mengangguk dan ikut pindah. Carmen dan Milly lantas duduk di dua kursi lain.

“Kalian mau pesan apa?” tawar Basuki.

“Ah, kita malah udahan. Tadinya udah mau pergi, tapi… liat kayaknya ada yang kenal nih…,” goda Carmen sambil mengedipkan mata kepada Alya. Sahabatnya itu pun gemas sambil menggigit bibir ia mencubit lengan Carmen.

“Adduuuh… kok pake nyubit segala sih? Kalo udah jadian, kita ditraktir dong!” ujar Carmen.

“Yaaa… tadi ditawarin pesan gak mau…,” ujar Basuki.

“Lho, kalo makan doang mah kita bisa. Udah kenyang, ya gak Milly?” Carmen meminta dukungan Milly yang hanya mengangguk.

“Terus, ditraktir apa?” tanya Basuki.

“Yaaaa… belanja-belanja kek… Tuh ada yang lagi diskon di bawah…,” Carmen berkata dengan nada kurang-ajar. Tentu saja itu membuat Alya mendelik dan angkat bicara.

“Eh, lu tu ya. Enak aja minta belanja-belanja. Gue aja belum pernah minta kayak gitu! Dasar!” tukas Alya mencoba membela Basuki. Tetapi ternyata itu malah jadi “senjata makan tuan” karena Carmen memanfaatkannya dengan baik.

“Lho, justru itu… Gimana sih Mas Basuki ini. Kok pacarnya belum pernah dibelanjain? Ayo, nih mumpung ada sohibnya yang bisa bantuin milih… Abis ini ya?” todong Carmen. Alya ternganga, sementara Basuki malah tertawa.

“Adduuuuh… sori banget. Gue sama Alya mau nonton abis ini. Nih, udah beli tiketnya…,” ujar Basuki sambil mengeluarkan tiket bioskop dari kantung kemejanya. Alya mengangguk-angguk setuju sambil mulutnya dimonyongkan ke arah Carmen.

“Wah, ya udah kalo gitu. Kita cari waktu lagi. Tapi, beneran nih kalian udah jadian?” tanya Carmen penasaran. Ia menatap mata Alya dan Basuki bergantian, mencari jawaban. Basuki malah memberikan gesture mempersilahkan menjawab kepada Alya.

Alya berkata pasrah, “Yaaa…. Baru tadi siang…”

“Woaaaa…. Musti pengumuman nih! Siapa aja yang udah tahu? Jangan-jangan gue paling belakangan tahu nih!” Carmen tampak gembira mendapatkan gosip baru itu.

Alya meringis saat menjawab, “Lu yang pertama. Kan belum ketemu siapa-siapa gue-nya…”

Carmen tambah senang, “Assiiiikkk… tumben-tumbennya gue tahu berita soal Alya lebih dulu dari Cinta! Hehehe…”

(Bersambung besok) --> Lanjutan Kisah: (Bagian 64)

Catatan Khusus: Mohon maaf atas absennya pemuatan cerita bersambung ini dua hari kemarin, Kamis(29/1) dan Jum’at (30/1), serta keterlambatan pemuatan hari ini.

———————————————————————————————————————-

Cerita bersambung ini dimuat setiap hari di laman penulis http://kompasiana.com/bhayu

Untuk membaca kisah seluruh bagian yang lain, dapat mengklik tautan yang ada dalam daftar di:

Ada Asa Dalam Cinta (Sinopsis & Tautan Kisah Lengkap)

———————————————————————

Foto: AntonoPurnomo / Reader’s Digest Indonesia (Femina Group)

Grafis: Bhayu MH

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun