2. Wawancara Gabungan
Jangan cuma HRD yang wawancara. Libatkan user juga. HRD nilai attitude dan visi, user cek kemampuan teknis.
3. Bikin Checklist Bareng
Susun bareng-bareng kriteria kandidat yang dicari, lalu sepakati bobot nilainya. Jadi nggak ada lagi drama "loh, kok kamu pilih dia?" atau "ini siapa yang nyuruh diterima?"
4. Evaluasi Setelahnya
Setelah karyawan baru jalan, jangan lepas tangan. HRD dan user harus evaluasi, apa yang bisa diperbaiki dari proses sebelumnya biar rekrutmen berikutnya makin rapi.
Sudah Ada Budaya Kolaboratif?
Beberapa perusahaan sudah mulai menerapkan ini. Tapi jujur saja, masih banyak yang jalan sendiri-sendiri. Terutama di perusahaan skala menengah atau kecil, proses rekrutmen masih sering kayak formalitas administrasi belaka.
Padahal, kalau dua pihak ini mau duduk bersama, banyak masalah bisa dihindari. HRD tidak merasa diremehkan, user juga merasa didengarkan. Yang paling untung siapa? Perusahaan. Karyawan yang terpilih pun merasa dihargai sejak awal karena dipilih lewat proses yang adil dan transparan.
Jadi, Siapa yang Paling Tahu?
Kalau mau jujur, jawabannya bukan HRD saja, bukan user saja. Dua-duanya harus bekerja sama. HRD tahu budaya, user tahu kebutuhan teknis. Kalau dua-duanya kompak, hasilnya pasti lebih baik.
Ingat, cari karyawan itu bukan lomba siapa yang paling berkuasa. Ini soal bagaimana perusahaan bisa menemukan orang yang tepat, bukan cuma yang bisa kerja, tapi yang bisa bertumbuh bersama tim.
Jadi, sudah saatnya berhenti tanya "siapa yang lebih tahu?", dan mulai bangun cara kerja baru: HRD dan user harus duduk satu meja, bicara sebagai mitra, bukan lawan.
Karena kalau proses rekrutmen saja masih penuh tarik-ulur, bagaimana bisa berharap perusahaan punya tim yang solid?