"Tempat yang tak sempat" PART 1
penulis : si biloo
“Bingkai kayu, lalu di paku dengan palu, dan suasana di tembok kraton putih. Kacanya yang bersih, nan lengkap dengan campuran tinta yang mengukir sesosok wajah semu. Di letakkan, di pindahkan sesuai selera manusia dan bahkan Sempat menjadi salah satu alasan baruku untuk menegaskan bahwa tujuanku sepertinya akan sempat tercapai.”
“Menyusun rangkaian bola kelereng kecil yang terpisah dari lingkaran permainan, merapikan gambar-gambar yang telah bubar dan ter umbar. sehingga sulit untuk aku rangkai sebagai susunan seperti sedia kala. karna merangkai tiap baitnya. Di butuh kan sukma sebagai tumbal bunga yang tertidur dalam wajahmu”
Tahun 2020 adalah tragedi yang menyeret seorang remaja ke dalam labirin pilihan yang penuh gelap. Dalam perjalanan itu, aku merasakan suka, duka, drama, dan tragedi yang terukir di setiap detiknya. Namun, bukan perjalanan itu yang ingin aku ceritakan, melainkan sebuah perkenalan antara dua insan yang memiliki kesamaan yang tidak biasa: satu atap yang kami impikan bersama di masa depan. Kami berkenalan lewat sosial media, sebuah jembatan yang menghubungkan dua jiwa yang sepertinya ditakdirkan untuk bertemu.
Pertengahan tahun itu, aku menghilang tanpa jejak. Tanpa alasan yang pasti, seolah waktu menghapus kenangan kami. Namun, takdir mempertemukan kami kembali pada 1 Januari 2022, dengan senyum canggung dan tanya kabar yang menghangatkan. Kami bercanda, saling meyakinkan dengan argumen yang tidak pernah selesai—perdebatan yang hanya menguji bagaimana kami saling memahami.
April 2022 membawa kabar buruk darinya yang membuatku terhenyak. Sebuah notifikasi yang datang tiba-tiba, seolah sosoknya muncul kembali dari bayang-bayang. Kabar itu adalah surat undangan pernikahan. Ya, “pernikahan.” Bukan aku dan dia, tetapi dia dengan yang lain.
Kata-katanya menembus relung hati: “Maaf aku meninggalkanmu… ”.
Dengan sok tepuk dada, aku menjawab, “Wkwkw, iya enggak papa, dia yang terbaik menurut takdir hidupmu.”
Tapi kemudian, dia berkata, “Tapi kamu adalah laki-laki terbaik yang pernah aku kenal.”
Air mata menetes dari layar kaca ke hatiku. “Maafkan aku, sekali lagi maafkan aku... Aku lebih mencintaimu! Namun tidak bisa menolak jika sudah ada yang datang melamarku.”