Mohon tunggu...
Ayu Lestari
Ayu Lestari Mohon Tunggu... Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Siliwangi

Seorang mahasiswa Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia di IKIP Siliwangi. Penikmat kata dan warna. Memiliki hobi menulis dan membuat sketsa, sebagai cara mengekspresikan isi kepala yang berisik. Suka menyelami topik sejarah, kadang politik, buku, dan sesekali tenggelam dalam film fiksi yang penuh imajinasi.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

I Love You, I'm Sorry

14 Juni 2025   21:35 Diperbarui: 14 Juni 2025   21:32 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku meraih tangannya, yang kemudian kubuka telapak tangan besarnya itu. Menyimpan kembali uang itu kegenggamannya.

“Ini terlalu banyak, lagi pula kau seperti kepada siapa saja. Kopiku kau habiskan aku tidak masalah kok, tadi itu bercanda.”

Aku mengatakannya dengan serius, dan pria itu hanya terkekeh meresponku.

Kemudian, tanpa diduga Haru meraih selembaran uang lainnya dari sakunya. Mungkin ada sekitar lima ratus dolar yang dia keluarkan, yang kemudian dia masukkan dengan paksa ke saku jaketku. Kejadian itu cepat sekali, bahkan kata-katanya yang dia keluarkan setelah memasukkan uang itu benar-benar di luar dugaan.

“Harus berapa banyak lagi uang yang harus kubayar agar kau mau keluar denganku, Lea? Aku sungguh tidak kekurangan uang, hanya untuk sekedar membawamu ke restoran mewah di tengah kota ini.”

Aku menelan ludah setelah mendengarnya. Aku tak bisa berkutik, yang kulakukan kini hanya menatap wajah itu yang tampak membuang muka seperti menghindari tatapanku.

“Apa karena dia?”

Haru bertanya lagi, tapi aku memilih diam. Masih menunggu apalagi yang akan dia ucapkan.

“Sudahlah, lupakan.” Pria itu terkekeh. “Kau gunakan saja uang itu untuk mengajak si tolol Sean kencan. Itupun jika kau punya keberanian.”

Setelah mengatakan itu Haru pergi, tanpa berbalik. Meninggalkanku dengan perasaan tak karuan, apalagi kata-kata terakhirnya yang membuatku berpikir. Apakah hatiku buta, karena terlalu mencintai orang lain, sampai orang yang mendambakanku sejak lama selalu kubiarkan pergi setelah kutolak dengan teganya?

Sean, pria yang tadi kusaksikan bahagia bersama kekasihnya di bawah pohon yang bersemi. Mengapa masih aku harapkan sosoknya untuk kumiliki, sedangkan ada pria lain, sahabatku Haru yang benar-benar mencintaiku. Meskipun, mungkin kini dia tampak sudah hampir menyerah. Sepertinya, aku tidak tau diri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun