“Tidak tau.”
“Ah, I see…” Pria itu mengkerutkan alis tebalnya, seperti ingin melanjutkan bicara namun tampak ragu.
“Apa? Kau mau mengajakku keluar ya?” Tanyaku, karena pria itu hanya diam saja.
Reaksi Haru terlihat gelagapan, kemudian aku menepuk pundaknya lumayan keras sampai dia mengaduh kesakitan.
“Sakit, duh!”
“Ya habisnya kau hanya diam.”
“Aku takut ditolak.”
Ucapannya itu pelan sekali, sampai aku refleks menoleh tepat ke sampingnya untuk meyakinkanku apa yang dikatakannya barusan.
“Kau bilang apa?”
Terdengar Haru mendecakkan lidahnya, kemudian menatapku dengan raut wajah serius. Mata hijau itu, terlihat tidak berani menatap langsung ke arah mataku. Kemudian, dia berdehem. Aku semakin dibuat heran oleh gelagatnya.
“Aku takut ditolak, Lea. Seperti dua hari lalu, dua minggu lalu, dan dua bulan lalu, serta seribu ajakan lainnya yang selalu kau tolak itu.” Haru tampak menghela nafas panjang setelah mengucapkannya. Aku yang mendengarnya tidak bisa menahan untuk tidak mengeluarkan tawaku.