Mohon tunggu...
Ayah Tuah
Ayah Tuah Mohon Tunggu... Penulis - Penikmat kata

Nganu. Masih belajar

Selanjutnya

Tutup

Puisi Artikel Utama

Puisi: Di Penghujung Perjalanan

14 November 2020   19:34 Diperbarui: 15 November 2020   20:32 360
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi. Foto oleh Nika Akin/ Pexels 

Bagaimana membaca perjalanan yang riuh. Kita begitu lelah, karena jarak yang kita tempuh terasa semakin jauh. Kesunyian sering kita dapat. Orang-orang melihat kita dengan dagu yang terangkat. Dan kita tak peduli lagi, beda kebal dan bebal 

Bahkan kita sering lupa, sebenarnya kita pun mempunyai air mata 

Tapi untuk apa? 

Bola mata kita sudah terbiasa melalui musim-musim yang kering. Sepertinya biasanya kita keluar masuk pada lima belas pintu. Dan pintu-pintu itu bukan milik kita 

Di penghujung perjalanan ini seharusnya kita memasuki episode baru: minum teh di beranda, membaca buku, atau jalan-jalan sambil menggendong cucu 

Namun hidup kita belum selesai. Masih berputar-putar, bagaimana cara keluar dari pusaran badai. Sementara langkah semakin lamban, dan cerita-cerita makin sulit tertinggal dalam ingatan                 

Dan takterasa angka-angka almanak terus berguguran, dari pekan hingga ke pekan. Entah sampai kapan kita mampu bertahan 

Kita berharap pada anak-anak kita. Dan kita tidak tahu, apakah sempat menyaksikan 

***

Lebakwana, November 2020 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun