"Bukankah Anda wanita dari toko parfum itu? Saya membaca sesuatu tentang upacara penghargaan..."
Anggun mengangguk, memaksakan senyum.
"Forse."
Dia tak ingin bicara. Dia hanya ingin diam-diam mengamati kota yang berlalu di jendela taksi. Jalan-jalan yang akrab, yang grafitinya telah berubah. Kafe-kafe yang kini lebih trendi dari sebelumnya. etalase toko yang penuh harapan dan impian.
Ruang acara itu beraroma desain: kaca, logam, anggur putih, dan sedikit aroma anggrek buatan, mungkin dari pengharum ruangan otomatis. Langit-langitnya tinggi, dinding-dindingnya dipenuhi gambar-gambar kampanye wewangian---wajah-wajah orang-orang cantik yang tertawa, berlarian di ladang-ladang yang mungkin tak pernah ada di dunia nyata.
Paula menghampirinya dan memeluknya dengan lebay seperti biasa.
"Akhirnya kamu sampai juga! Kamu membawanya?"
Anggun mengangguk dan menyerahkan botol itu padanya. Paula mengamatinya seperti artefak.
"Indah. Tapi kita butuh nama. 'L'essence de la Libert'? Atau kamu lebih suka 'le Sauvage'?"
Anggun hanya mengangkat bahu.
"Paula, aku tidak pandai memilih nama."