Maka Ahli Bedah memotong lengan kanannya, dan pekerjaan yang dilakukannya kali ini sangat rapi sehingga hampir tidak menyakitinya sama sekali. Dia menjahitkan lengan kanan istrinya pada si penambang, yang sangat bersyukur sehingga menghujani Ahli Bedah dan istrinya dengan bijih tembaga, batangan emas, dan permata yang belum diasah, yang tentunya merupakan pertukaran yang bagus untuk mendapatkan sebuah lengan, pikir Lalyta Lytani.
Para pelayan diupah untuk datang ke rumah mereka yang bagus untuk melakukan semua tugas yang tidak dapat dia lakukan lagi tanpa tangan.
Padahal... Lalyta Lytani rindu memeluk suaminya.
***
Asisten Wanita tersebut mengeluarkan tengkorak di dalam stoples ke atas lututnya dengan lemah lembut agar tidak jatuh ke lantai. Dia mencium tutupnya sebelum menyimpannya kembali.
***
Tiga bulan kemudian, Sang Ahli Bedah lagi-lagi pulang ke rumah dengan wajah gundah, lelah, muram berkaca-kaca.
"Ada apa, sayang?" Lalyta Lytani bertanya.
"Akupunya seorang pasien yang tidak dapat kubantu," bisik Sang Ahli Bedah bedah itu dengan putus asa. "Raja, Raja kita, hatinya lemah. Dia pasti akan mati karenanya, dan dia tidak punya ahli waris. Negeri kita akan hancur tanpa seorang raja. Jika dia masih muda dan kuat, akan mudah untuk membiarkan dia dengan hatinya yang tidak sehat. Aku telah mempelajari bahwa hati tidak begitu diperlukan oleh orang muda seperti yang diperkirakan orang. Namun sayang sekali! Sang Raja sudah terlalu tua dan lemah untuk hidup tanpanya."
Dia memandang Lalyta Lytani, dan memohon. "Sayangku, bisakah kamu memberikan hatimu? Aku sebenarnya tak ingin meminta, tapi sungguh menyakitkan bagiku untuk menolak orang yang membutuhkan bantuanku."
Lalyta Lytani ragu-ragu, tapi  hatinya... perlu atau tidak, hatinya masih sakit melihat suaminya bersedih.