Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Saya yang Lain

16 September 2025   08:56 Diperbarui: 16 September 2025   08:56 30
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

"Saya minta maaf," saya yang sebenarnya akhirnya berkata, karena begitulah saya seharusnya memikirkan hal ini. Saya harus menerima bahwa dia adalah saya yang sebenarnya. Saya harus menerima bahwa saya hanyalah salinan, hanya simulacrum*---

Tapi saya tidak bisa. Saya ingat suatu hari ketika saya berusia enam tahun, berjalan pulang dari taman kanak-kanak dan menemukan seekor tokek mati sedang dipanggang matahri di trotoar, dan ibu saya memberi tahu saya bahwa semuanya ada akhirnya, sama seperti cerita dan pertunjukan.

Saya ingat suatu hari ketika saya berusia delapan tahun, dan ayah saya secara tidak sengaja menjatuhkan saya dari puncak dinding panjat tebing, dan tulang selangka saya retak. Dia membelikan saya es krim banyak sekali sebagai permintaan maaf sehingga lidah saya menjadi biru selama seminggu. Dan karena saya tidak bisa berlarian, saya mulai belajar pemrograman, membuat permainan komputer konyol pertama saya.

Rasa takut menelan saya. Saya tidak akan pernah bertemu ibu atau ayah saya atau siapa pun lagi, dan entah bagaimana mereka bahkan tidak akan pernah tahu keberadaan saya.

Semua untuk apa? Untuk siapa?

"Untuk mengunggah versi yang lebih lengkap," kata diri saya yang asli. Entah karena dia bisa membaca sinapsis palsu saya seperti buku atau karena kami masih orang yang sama dengan proses berpikir yang sama.

"Bukan saya juga. Kalau itu bisa menenangkan saya. Saya juga akan mati."

"Mereka akan lebih buruk darimu," kat saya, menyerang ke satu-satunya arah suara yang ada. "Karena mereka harus melakukan ini belasan kali. Minimal. Saat kamu mendapatkan unggahan lengkapmu, kamu sudah menjadi pembunuh massal."

"Saya kira saya---saya kira kamu bisa mengatasinya. Saya pikir kita sepakat bahwa hal itu perlu."

"Tidak ada kita," ratap saya, meskipun saya tahu persis proses berpikirnya, bagaimana dia mengatakan pada dirinya sendiri bahwa itu hanyalah kode, tidak peduli seberapa nyatanya, dan kode itu akan memahaminya.

"Kamu hanya meyakinkan dirimu sendiri, karena kamu tahu kamu akan baik-baik saja."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun