Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Tangan Dingin dan Aroma Garam

14 September 2025   10:26 Diperbarui: 14 September 2025   10:26 62
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

"Mengapa kamu di sini?"

"Kamu kesepian. Aku merasakannya."

Dia maju dua langkah ke arah penampakan itu sebelum berhasil menahan diri. "Kamu merasakan kesepianku? Lalu di mana kamu sepuluh tahun yang lalu? Lima belas tahun yang lalu? Di mana kamu ketika aku menikah dengan seseorang yang tidak aku cintai?"

Penampakan itu tetap diam. Dengan tatapan sedih dia berbalik, bersandar di wastafel untuk mencari dukungan.

"Apakah bentuk ini akan lebih menyenangkanmu?"

Di cermin, wajah suaminya yang sudah meninggal telah digantikan oleh wajah seorang wanita. Matanya berwarna gelombang badai, dikelilingi oleh awan rambut berbusa laut. Sebuah penglihatan dari masa kanak-kanak, beberapa dasawarsa yang lalu.

"Kamu menyimpan fotonya di dalam kotak di bawah tempat tidurmu," kata penampakan itu. "Siapa dia?"

Mendut melemparkan segenggam koin ke bayangan transparan makhlouk itu.

"Pergi," dia terkesiap. "Aku sudah menjalani hidup bertahun-tahun dalam kebohongan. Aku tidak memerlukannya lagi."

***

Dia terbangun malam itu karena suara guntur, dan sesosok tubuh pMendutng dan sempit menunggu di antara pepohonan di jendelanya. Diterangi oleh kilatyang menyambar, kulit warna-warni dan rambut rumput laut pengunjung---yang terurai hingga ke pinggang---berkilau basah, sementara air mengalir dari ubun-ubun. Payudaranya kecil dan bersisik. Insangnya melebar di bawah rahangnya dan matanya yang bulat tanpa kelopak menatap Mendut saat dia membuka jendela.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun