Mengejar Matahari
Gunung itu disebut Raksasa Tidur karena bentuknya. Aku berdiri di puncaknya, di bahu raksasa yang bersujud di tampuk tebing, mengagumi pemandangan tudung rindang rimba di kejauhan, jurang terjal, dan awan gergasi kelabu yang berlayar perlahan, ketika sesuatu---atau seseorang---menepuk pundakku.
Aku berbalik. Tadinya aku pikir aku sendirian di jalur pendakian ini.
Seorang laki-laki berkulit pucat keriput, dengan rambut abu-abu panjang dan janggut menyerupai sarang burung manyar jatuh, menyeringai ke arahku. Giginya bengkok-bengkok dan kotor bernoda.
"Hei kawan, apa kabarmu?"
Dia membungkuk, memelukku, dan menepuk punggungku. Baunya seperti andam.
Lenganku menegang di sisi tubuhku.
"Aku baik-baik saja."
Dengan lembut aku melepaskan diriku darinya. "Bagaimana denganmu?"
Dia mengangkat alisnya yang tebal berbulu. "Benar-benar hilang. Saya mencari matahari, tetapi tidak dapat menemukannya."