Mohon tunggu...
Frans Leonardi
Frans Leonardi Mohon Tunggu... Freelace Writer

Sebagai seorang introvert, Saya menemukan kekuatan dan kreativitas dalam ketenangan. Menyukai waktu sendirian untuk merenung dan mengeksplorasi ide-ide baru, ia merasa nyaman di balik layar ketimbang di sorotan publik. seorang amatir penulis yang mau menyampaikan pesannya dengan cara yang tenang namun , menjembatani jarak antara pikiran dan perasaan. Salam dari saya Frans Leonardi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Disinari Matahari Sepanjang Tahun, Mengapa PLN Masih Mengandalkan Energi Fosil?

28 Agustus 2025   10:15 Diperbarui: 28 Agustus 2025   05:52 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Pembangkit Listrik Tenaga Surya(freepik.com/senivpetro)

Indonesia adalah negara tropis yang tidak pernah kekurangan cahaya matahari. Setiap hari, dari pagi hingga sore, langit Nusantara hampir selalu disinari matahari. Sinar ini bukan hanya berkah untuk bercocok tanam atau berwisata, tetapi juga merupakan sumber energi yang luar biasa besar. Pertanyaannya, mengapa energi sebesar itu tidak benar-benar dimanfaatkan oleh PLN untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional? Mengapa Indonesia justru masih sibuk dengan batubara, minyak, dan gas yang kita tahu suatu saat akan habis?

Kegelisahan ini wajar muncul. Banyak orang awam yang bertanya-tanya, kalau di negara lain energi surya sudah jadi tumpuan, mengapa di negeri yang lebih kaya cahaya justru tidak dijadikan prioritas? Pertanyaan itu tidak sekadar keluhan, tapi cermin dari kerinduan akan masa depan energi yang lebih bersih, murah, dan bisa dinikmati semua orang. Untuk memahami masalah ini, mari kita bedah lebih dalam dari berbagai sisi: potensi, hambatan, peran PLN, hingga pandangan baru tentang masa depan energi di Indonesia.

Sinar Matahari Tambang Energi yang Tidak Pernah Habis

Kalau bicara potensi, Indonesia sebenarnya sedang duduk di atas emas yang belum digali. Energi matahari adalah salah satu sumber daya terbarukan paling melimpah di dunia. Di negara dengan empat musim, sinar matahari datang terbatas, sehingga panel surya tidak selalu bekerja maksimal. Tapi di Indonesia, sepanjang tahun sinar matahari nyaris stabil. Angka potensi yang pernah dirilis Kementerian ESDM menyebutkan bahwa potensi energi surya di Indonesia bisa mencapai ribuan gigawatt. Namun, realisasi pemanfaatannya masih sangat kecil, bahkan tidak sampai 1 persen.

Fakta bahwa energi surya masih dianggap alternatif, bukan prioritas, menunjukkan ada masalah serius dalam cara kita memandang masa depan energi. Alih-alih melihatnya sebagai solusi utama, energi matahari sering ditempatkan sebagai pelengkap atau bahkan sekadar gimmick program pemerintah. Padahal dengan kondisi geografis dan iklim tropis, Indonesia bisa menjadi laboratorium energi surya dunia. Sayangnya, potensi itu masih sekadar angka di atas kertas.

Mengapa PLN Belum Mendorong Energi Surya?

Pertanyaan yang paling sering muncul adalah mengapa PLN tidak agresif membangun pembangkit listrik tenaga surya skala besar? Ada beberapa alasan yang sering dikemukakan. Pertama, biaya investasi panel surya masih dianggap tinggi. Meski harga panel sudah turun drastis dibanding sepuluh tahun lalu, tetap saja investasi awalnya berat untuk masyarakat dan perusahaan. Kedua, sistem jaringan PLN sudah terlalu bergantung pada batubara. Mengganti atau menyeimbangkan jaringan dengan sumber energi baru membutuhkan biaya besar dan keberanian politik yang kuat.

Selain faktor teknis, ada pula persoalan regulasi. Skema net metering, yang seharusnya memberi ruang bagi masyarakat untuk menjual listrik ke PLN, masih terbatas. Banyak pelanggan yang mengeluh aturan PLN justru membuat panel surya tidak ekonomis. Alih-alih mendorong, aturan yang ada seperti menahan laju pemakaian energi surya.

Namun kalau ditelusuri lebih dalam, ada faktor lain yang jarang dibicarakan. Bisnis energi fosil masih menjadi tulang punggung keuangan negara dan PLN. Batubara masih dianggap murah, tersedia melimpah, dan sudah punya jaringan distribusi mapan. Mengubah pola bisnis ini bukan hanya soal teknis, tetapi juga soal kepentingan ekonomi besar yang sudah mengakar. Di sinilah letak masalahnya: bukan karena kita tidak bisa, tapi karena ada kepentingan yang membuat langkah transisi energi berjalan lambat.

PLN sebagai Fasilitator, Bukan Sekadar Penjual Listrik

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun