Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://ikhwanulhalim.com WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lubang dalam Badai

27 Juli 2025   05:53 Diperbarui: 27 Juli 2025   05:53 69
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi: dok. pri. Ikhwanul Halim

Untuk waktu yang cukup lama, aku tidak memahami mengapa abangku sangat suka memancing saat badai. Kata Ibu, itu bermula ketika Deni meninggalkan boneka triceratop-nya di luar rumah.

Aku bisa membayangkan mata bayi Deni melebar saat menyadari Si Cucuk kesayangannya ditinggalkan di luar di tengah hujan, berjalan tertatih-tatih melewati tetesan air hujan, tapi terlambat. Badai selalu dapat dirasakan ketika seseorang meninggalkan harta karun di luar, dan seperti naga perampok harta bangsawan, mereka akan terbang bersama angin dingin untuk membawa benda-benda ke atas, membumbung ke atas lalu menjauh ke dalam lubang di tengah badai tempat semua harta bajakan badai disembunyikan.

Badai diperlukan untuk menjaga tanaman tetap hidup subur, namun badai juga merupakan kekuatan alam yang gelap, yang mengacaukan pawai, acara kampanye politik partai, atau pesta ulang tahun bocah putra sultan, atau meniup barang-barang berharga milikmu ke dalam awan gelap.

Saat aku lahir, Deni sudah tahu untuk tidak meninggalkan mainan di luar, tapi dia juga memperhatikan dan menjagaku.

Aku tidak pernah kehilangan apa pun karena badai. Tidak satu pun boneka kura-kura kesayanganku atau buku-buku tulisanku yang hampir jadi atau sweter hangatku pernah hilang.

Aku pernah sekali pergi memancing bersamanya, ketika usiaku 13 tahun dan dia tamat sekolah menengah atas. Dia membawaku ke lapangan terbuka dengan mobil pikap Chevolet rongsoknya. Karat mengukir gurat merah di sekeliling pelek roda. Pengharum mobil kopi Bali menutupi aroma jamur di jok yang sudah usang.

Kami mengenakan sepatu karet yang kedodoran sampai sekitar lutut dengan jas hujan kuning, kacamata, dan topi anti air. Di tangan kami ada alat pancing panjang dengan pengait keranjang kecil yang diikatkan gelang plastik berkilau sebagai umpan.

Hujan datang disertai bisikan rintik-rintik dan awan tipis yang merayap di langit. Tidak butuh waktu lama sebelum badai memberi tahu kami bahwa sebentar lami kami akan berbisnis dengannya.

"Apa yang sedang kamu cari?" Aku berteriak karena hentakan ketukan di topiku.

"Di sana!" Deni menunjuk ke awan. Awalnya aku tidak melihatnya, tapi kemudian, aku melihat apa yang dia maksud: area gelap yang bulat sempurna tempat badai menyembunyikan harta karunnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun